Peristiwa Kudeta APRA Pimpinan Raymond Westerling Menyerang TNI di Bandung

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Pemberontakan APRA.
Ilustrasi - Pemberontakan APRA.

Intisari-online.com - Pada 23 Januari 1950, sekelompok milisi yang dikenal sebagai Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) melakukan kudeta di kota Bandung, Jawa Barat.

APRA dipimpin oleh mantan kapten KNIL Raymond Westerling, yang sebelumnya terkenal karena kekejamannya dalam operasi kontra-gerilya di Sulawesi Selatan.

Tujuan kudeta ini adalah untuk mempertahankan negara bagian Pasundan, salah satu dari 16 negara bagian yang dibentuk oleh Belanda dalam Republik Indonesia Serikat (RIS), dan melindungi kepentingan ekonomi kolonial di wilayah tersebut.

Kudeta ini dilancarkan dengan menyerang markas Divisi Siliwangi, pasukan TNI yang bertanggung jawab atas keamanan Jawa Barat.

APRA membunuh semua orang yang mengenakan seragam TNI yang mereka temui di jalan, tanpa membedakan pangkat atau jabatan.

Korban tewas dari pihak TNI diperkirakan mencapai 94 orang, sedangkan di pihak APRA tidak ada korban jiwa.

Aksi pembantaian ini menimbulkan kemarahan dan kebencian rakyat terhadap Westerling dan APRA.

Kudeta ini berhasil digagalkan oleh TNI dan rakyat yang bersatu melawan APRA.

Westerling dan sebagian besar anggotanya berhasil melarikan diri ke Jakarta, dan kemudian ke Singapura dengan bantuan pihak Belanda.

Pemerintah RIS menuntut agar Westerling dan APRA diadili atas kejahatan perang, tetapi Belanda menolak untuk menyerahkan mereka.

Peristiwa ini menjadi salah satu faktor yang mempercepat proses pembubaran RIS dan penyatuan kembali Indonesia sebagai negara kesatuan pada tahun 1950.

Baca Juga: Raymond Westerling, Sosok Paling Dibenci dalam Sejarah Indonesia karena Kekejamannya

Peristiwa kudeta APRA di Bandung menimbulkan reaksi keras dari pemerintah RIS dan Presiden Soekarno.

Soekarno mengutuk aksi Westerling sebagai "pembantaian yang tidak berperikemanusiaan" dan "penghinaan terhadap kedaulatan Indonesia".

Ia juga menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah menerima kembali sistem federal yang dibuat oleh Belanda, dan akan segera menyatukan kembali negara-negara bagian yang ada dalam RIS menjadi Republik Indonesia.

Pada 27 Januari 1950, Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang membubarkan RIS dan mengembalikan status Indonesia sebagai negara kesatuan.

Dekrit ini didukung oleh mayoritas rakyat dan negara-negara bagian, kecuali Sumatera Timur, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur, yang menolak untuk bergabung dengan Republik Indonesia.

Pada 17 Agustus 1950, Indonesia secara resmi menyatakan kembali kemerdekaannya sebagai negara kesatuan, dan mengadopsi konstitusi UUD 1945.

Peristiwa kudeta APRA di Bandung juga mempengaruhi hubungan Indonesia dengan Belanda dan negara-negara lain.

Indonesia menuduh Belanda sebagai dalang di balik kudeta APRA, dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda pada 7 Februari 1950.

Indonesia juga mendapat dukungan dari negara-negara Asia dan Afrika, yang mengutuk tindakan Westerling dan Belanda.

Pada 28 April 1950, Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan mendapat pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Demikianlah artikel yang saya buat dengan judul Peristiwa Kudeta APRA Pimpinan Raymond Westerling Menyerang TNI di Bandung.

Baca Juga: Sosok Ini Perancang Lambang Garuda Pancasila, Dianggap Pengkhianat Karena Dituduh Bersekongkol Dengan Westerling

Artikel Terkait