Find Us On Social Media :

Tuban Bukan Kota Kabupaten Sembarangan, Disebut Lebih Tua dari Majapahit

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 14 September 2024 | 10:38 WIB

Usia Kota Tuban sudah setua Majapahit, bahkan konon ia lebih tua dibanding kerajaan yang pernah menguasa Nusantara itu. Tuban juga bukan kota kabupaten sembarangan.

Selepas era Ronggolawe, bertepatan dengan maraknya penyebaran Islam (sekitar abad ke-13), "penjahat budiman" di mana hasil rampokannya selalu dibagi-bagikan buat orang miskin yang bergelar Brandal Lokajaya alias Raden Mas Said, putra Adipati Tuban saat itu, Wilwatikta, menjadi penguasa baru gua ini.

Aksi perampokan terhenti setelah keberandalannya ditaklukkan Sunan Bonang, yang kemudian mengangkatnya sebagai murid sekaligus anggota Wali Songo dengan gelar Sunan Kalijaga.

Ada beberapa versi cerita mengapa nama Luweng Ombo berubah menjadi Akbar. Pertama, berasal dari Sunan Bonang yang menjadikan gua ini "markas" selepas insafnya Brandal Lokajaya. Wali yang makamnya terletak tak jauh dari alun-alun Tuban itu begitu kagum pada struktur gua, hingga menamainya Gua Akbar. Versi kedua, terkait dengan aktivitas Ronggolawe dan pasukannya yang kerap menjadikan gua itu sebagai tempat ngabar.

Gua Akbar memiliki beberapa jalan tembus yang tidak dibuka untuk umum, karena dianggap berbahaya. Misalnya Hawan Samodra, lorong sepanjang 1 km ke utara, konon ujungnya menembus Laut Jawa. Ada juga prapen (perapian dari batu untuk membuat senjata) milik pembuat senjata terkenal Empu Supa. Paling menakjubkan, Gawang Marabahaya, lorong sepanjang 20 m.yang berhubungan langsung dengan sumur bawah tanah sedalam 14 m.

Jika ditelusuri, sumur yang juga bagian dari sungai bawah tanah itu bakal tembus langsung ke Gua Ngerong, Kecamatan Rengel, sekitar 30 km dari alun-alun. Kini Goa Ngerong menjadi tempat wisata terpisah. Namun, tak seperti Gua Akbar, pengunjung tak berani masuk ke dalamnya, karena dialiri sungai bawah tanah dan dihuni ribuan ikan dan kelelawar yang dipercaya memiliki kekuatan magis. "Enggak ada yang berani makan ikannya, Mas," ujar Titik Maharti.

Terbesar di Asia Tenggara

Selain kiprah dua wali dan keterkaitan dengan embrio Majapahit, Tuban juga dikenal baik oleh orang Tiongkok sejak zaman dulu. Menurut Dr. H.J. De Graaf dan Dr. Th. G. Pigeaud dalam bukunya Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, dari segi geografis Tuban sebenarnya tidak ditakdirkan menjadi kota pelabuhan penting. Buktinya, pada abad ke-15 dan 16 banyak kapal lego jangkar jauh dari pantai, karena lautnya mulai dangkal.

Namun, kondisi berbeda terjadi beberapa abad sebelumnya. Soalnya, sejak abad ke-11, para penulis Cina ternyata sudah kerap menyebut-nyebut Tuban sebagai kota pelabuhan. Hal itu menunjukkan, saat itu Tuban sudah kerap menerima kunjungan banyak kapal dagang asing, terutama dari Tiongkok. Alur perdagangan mereka tampaknya lancar-lancar saja.

Selain Gresik dan Surabaya, Tuban menjadi salah satu pintu gerbang perdagangan pantura Jawa, khususnya Jawa Timur. "Ma Huan, anak buah San Po, panglima Muslim Cina, bahkan bilang, sekitar tahun 1400-an sudah ada komunitas Cina di Tuban," bilang Handjono Tanzah, humas Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban.

Tak cuma berdagang, bangsa Mongol pun sempat terlibat pertikaian politik dengan Kerajaan Singasari. Pendaratan pasukan Tartar tahun 1292 di Pantai Boom, Tuban, menjadi bukti. Selebihnya, cerita tentang besarnya peran bandar Tuban lebih sering tak jelas atau salah penanggalannya. Toh kenyataan seringnya nama Tuban disebut bisa menjadi indikasi betapa terkenalnya Tuban di kalangan pedagang Cina masa itu.

Maraknya hubungan masa lalu ini sempat menumbuhkan spekulasi di kalangan para pemburu harta karun. Apalagi perairan antara Surabaya dan Semarang dikenal dengan batu karang ganasnya yang sanggup menenggelamkan kapal besar, salah satunya kapal Belanda Van Der Wijk di Lamongan. .

"Dulu banyak kapal pemburu harta karun mencari rezeki di perairan Tuban hingga perbatasan Lamongan," kata Titik Mahardi.