Find Us On Social Media :

Sepakbola Indonesia, Lahirnya Memang untuk Melawan Penjajah Belanda

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 12 September 2024 | 13:06 WIB

Ada yang bilang, sepakbola harus terbebas dari unsur politik. Tapi faktanya, sepakbola pernah menjadi alat perjuangan melawan penjajah. Sepakbola Indonesia, contohnya.

Menyusul kemudian bond sepakbola di Surabaya yang diprakarsai oleh siswa HBS benama John Edgar tahun 1895. Dia mendirikan klub sepakbola dengan nama Victoria. Berdirinya bond itu disusul dengan bond-bond lain di kota-kota lain seperti Batavia, Bandung, Semarang, Makassar, dll.

Tumbuhnya bond di kota-kota besar pada awalnya berada di bawah naungan pemerintah Hindia Belanda. Keempatnya adalah West Java Voetbal Bond (WJVB), Suarabajasche Voetbal Bond (SVB), Bandoeng Voetbal Bond (BVB), dan Semarang Voetbal Bond (SVB). Mengutip R.N. Bayu Aji dalam Tionghoa Surabaya dalam Sepak Bola 1915-1942, berdasarkan Indische Verslag 1932, sepakbola adalah olahraga yang menjadi trend setter pada awal abad ke-20. Karena ia mendapat perhatian lebih dari masyarakat, sepakbola berkembang dengan pesat di Hindia Belanda.

Lembaga pendidikan juga punya peran besar terhadap perkembangan sepakbola di Hindia Belanda. Sekolah-sekolah milik pemerintah, juga sekolah milik Tionghoa, punya perhatian yang cukup besar berbagai cabang olahraga. Di antaranya adalah atletik, basket, bulutangkis, dan tentu saja sepakbola.

Lembaga pendidikan juga adalah sarana penting untuk mengkampanyekan olahraga, termasuk sepakbola, kepada masyarakat baik Eropa, Tionghoa, maupun Bumiputera. Kampanye ini bahkan merambah ke kota-kota kabupaten.

Ketika itu, di Hindia Belanda terdapat tiga organisasi sepakbola besar. Pertama Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang merupakan representasi dari orang Belanda, lalu ada Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) milik masyarakat Tionghoa, dan Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia (PSSI) milik Bumiputera. Uniknya, tiga organisasi sepakbola itu berkembang bersama-sama, termasuk menancapkan pengaruhnya sebagai induk organisasi sepakbola hingga di tingkatan lokal.

Lahirnya PSSI dan nasionalisme

Pasca-Sumpah Pemuda 1928, kebulatan tekad untuk Indonesia merdeka dilakukan oleh berbagai elemen, termasuk lewat sepakbola. Saat itu klub-klub sepakbola sudah bermunculan di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Madiun, dan Surabaya. Sayangnya, klub-klub itu masih begitu eksklusif, wajah kolonial masih sangat kuat di sana.

NIVB bahkan melarang anggotanya bertanding atau berkumpul dengan Bumiputera. Meski begitu, orang-orang Bumiputera tak patah arang walau fasilitas penunjangnya sangat minim.

Karena itulah bond-bond sepakbola Bumiputera merasa penting untuk bersatu melawan Belanda. Bagaimanapun juga, hubungan antarbond itu ternyata terpengaruh oleh semangat pergerakan nasional yang ketika itu menjadi isu nasional. Awalnya memang bersifat sporadis, tapi akhirnya mereka sepakat bergabung dalam satu panji bernama PSSI (Kompas, 1980).

Tanggal 10-11 April 1930 di Gedung Handeprojo, Yogyakarta, dilakukan pertemuan dan menghasilkan pembentukan panitia persiapan dengan ketua A. Hamid dan sekretaris Amir Notopratomo. Pertemuan ini sebagai persiapan untuk membentuk organisasi sepakbola dalam rangka mengimbangi NIVB.

Setelah dilakukan pertandingan antarkota di Yogyakarta, berkumpul utusan-utusan dari tujuh bond Indonesia pada 19 April 1930. Mereka kemudian membentuk Persatoen Sepakrga Seloeroeh Indonesia (PSSI).

Tujuh utusan itu berasal dari Voetbal Indonesische Jacatra (VIJ), Bandoengsche Indonesische Voetbalbond (BIVB), Persatuan Sepakraga Mataram (PSM Yogya), Vorstenlandshe Voetbalbond (VVB Solo), Madioensche Voetbalbond (MVB), Indonesische Voetbalbond Magelang (IVBM), dan Soerabajasche Indonesische Voetbalbond (SIVB). Tokoh-tokohnya adalah Daslam Hadiwasito, A. Hamid, dan Mohammad Amir Notopratomo dari PSM Yogyakarta, Kartodarmoedjo dari MVB, Soekarno dari VVB Solo, Pamoedji dari SIVB, Ernst Mangindaan selaku murid Sekolah Guru (HKS) dari IVBM Magelang, Gatot dari BIVB, dan Mr. Sjamsudin dari VIJ.