Find Us On Social Media :

Siapa Leo Tolstoy yang Silfester Matutina Mengaku Sudah Membaca Karya-karyanya Sejak SD?

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 4 September 2024 | 12:02 WIB

Dalam sebuah perdebatan dengan Rocky Gerung, Silfester Matutina mengaku sudah membaca karya-karya Leo Tolstoy sejak SD. Siapa sosok Leo Tolstoy?

Pernah sekali terjadi, Tolstoy duduk di balkon Sweizerhof. Pada waktu itu Sweizerhof sedang penuh dikunjungi oleh golongan elite. Tiba-tiba datanglah seorang kelana pemain musik. Dia bermain musik di bawah balkon itu. Para Para tamu mendengarkan permainan pemain musik itu dengan gembira tetapi ketika dia mengulurkan topinya untuk menerima upahnya, tak seorang pun mau melemparkan mata uang.

Melihat kejadian itu naiklah darah Tolstoy. Golongan elite itu perlu pengajaran. Dengan tenang, Tolstoy turun dari balkon meraih tangan pemain musik itu. Puluhan pasang mata tertuju kepada Tolstoy. Namun dia tak peduli. Si pemain musik digandengnya diajak naik ke balkon. Kemudian dia memesan makanan dan sampanye. Mereka berdua makan-makan seolah-olah tidak ada suatu apa pun yang terjadi.

Perasaannya halus, sangat mudah tersinggung, karena itu dia tidak betah tinggal di Paris, kota seniman yang terkenal. Bagaimana pendapatnya tentang Paris?

"Paris sangat memuakkan, sehingga saya hampir gila karenanya. Di maison garnie tempat saya menumpang tinggal pula 36 pasangan. Bayangkan, 19 pasangan di antaranya merupakan pasangan haram. Hal itu sangat menjengkelkan. Di Paris pula saya melihat manusia di-guillotine. Memuakkan, melihat peristiwa itu akun tak dapat tidur dan tak tahu apa yang harus kuperbuat.”

Pengajaran si petani

Apakah kebahagiaan itu? Pertanyaan ini pun tak luput dari pikiran Tolstoy. Dengan kekayaannya dia bisa berbuat banyak, namun hatinya sering risau. Dia mencari dan terus mencari sumber kebahagiaan. Apakah orang-orang miskin dapat mengecap ketentraman hidup? Untuk ikut merasakan kehidupan petani yang berat dia sering mempergunakan waktunya yang terluang untuk menggarapkan tanah janda-janda yang miskin.

Ilya Repin pernah diajak Tolstoy mengerjakan ladang salah satu janda tersebut. Pengalaman Repin ini terjadi dalam Agustus yang terik. Pukul satu mereka berdua berangkat. Leo memakai baju kerja hitam yang telah luntur warnanya karena sering dijilat terik matahari. Enam jam terus menerus Leo membajak ladang, hanya diselingi istirahat sebentar untuk meneguk anggur putih. Peluh beraliran menembus bajunya.

Dengan menyindir Repin berkata: "Sahabatku Leo, itukah yang kau maksud makan dari cucur keringat yang membanjiri jidat?"

Dengan tersenyum dia menjawab: "Ketika jasmaniah adalah yang terberat, tak dapat itu kusangkisan lagi."

Adakah orang yang miskin itu bisa juga merasakan bahagia? Berkat pergaulannya yang akrab dengan petani-petani yang miskin dia bisa memperoleh jawabannya. Dengan gembira dia berulang-ulang menceritakan pengalamannya kepada sahabat-sahabatnya.

"Kini saya mempunyai pandangan yang lebih jelas tentang kebahagiaan keluarga. Kalau saya berbicara tentang kebahagiaan keluarga mau tak mau saja lalu teringat akan percakapan saya dengan seorang petani yang bernama Gordei Deyev bertahun-tahun yang telah silam. Dia tinggal di Yasnaya Polyana."

"Mengapa engkau demikian muram, Gordei?" tanyaku kepadanya.