Find Us On Social Media :

Belanda Depok: 'Sinyo' dan 'Noni' van Depok, ke Mana Sekarang?

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 29 Agustus 2024 | 12:47 WIB

Belanda Depok bukan sekadar olok-olokan. Ada akar kuat yang melekat di belakangnya terkait 12 marga Depok.

Di VOC karier Chastelein melesat hingga menjadi saudagar kaya raya. Setelah 17 tahun jadi pejabat, persisnya pada 1691, dia dikenal sebagai saudagar senior kelas dua dari benteng Batavia. Menurut buku Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat Depok Tempo Doeloe yang ditulis Yano Jonathan, salah seorang keturunan 12 marga Depok, tahun itu juga Chastelein mengundurkan diri dari jabatannya karena alasan kesehatan.

Meski ada kemungkinan itu disebabkan ketidaksetujuannya dengan kebijakan politik dagang Gubernur Jenderal VOC yang baru, van Outshoorn.

"Jadi waktu itu terjadi pergantian gubernur jenderal. Ketika Gubernur Jenderal van Outshoorn bertugas, Chastelein tidak setuju dengan politik dagangnya karena keras sekali. Dia tidak setuju ada kekerasan di sana, kerja paksa, kerja rodi terhadap orang-orang pribumi," ungkap Yano saat ditemui di Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) di Depok pada 2015 lalu.

Setelah mengundurkan diri, Chastelein membeli beberapa bidang tanah yang tersebar di Batavia, seperti Noordwijk (sekarang Pintu Air di Jalan Juanda) dan Lapangan Banteng, untuk dijadikan perkebunan. Dia juga membangun rumah dan gereja kecil (kapel) di sekitar Jalan Kenanga, Pasar Senen. Untuk mengembangkan pertaniannya, dia membeli lagi beberapa bidang tanah di selatan Jakarta, tepatnya di Seringsing (sekarang Lenteng Agung) dan Depok.

Depok dibeli Chastelein dari seorang Tionghoa bernama Tio Tong Ko dan sebagian lagi dari Van Den Barlisen. "Luasnya kira-kira 1.240 hektare," cerita Yano yang juga dikenal sebagai seorang peminat sejarah dan filatelis ini.

Untuk menggarap lahan pertanian itu, Chastelein membeli 150 budak dari kawasan di Jakarta di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Kampung Bali dan Kampung Bugis. Tak heran bila kebanyakan budak-budak Chastelein yang ditempatkan di Depok berasal dari Bali dan Sulawesi Selatan. Para budak inilah cikal bakal Belanda Depok.

Baca Juga: Bagaimana Perang Padri yang Terjadi Tahun 1803 sampai 1838 Merupakan Perlawanan Rakyat yang Terjadi di Sumatera Barat?

Awalnya olok-olokan

Berbeda dengan stereotip tentang budak di masa silam yang penuh kesengsaraan, budak-budak Chastelein hidup dengan sejahtera. Tak hanya disuruh menggarap lahan pertanian, mereka juga dididik dan diajari cara mengurus dan membangun sebuah sistem masyarakat.

Para budak itu juga dibaptis dan menganut Kristen Protestan. Mereka juga diminta memakai marga-marga ala Belanda--yang dikenal sebagai 12 nama marga Depok.

"Sekarang bukan 12 tapi 11 marga, karena yang satu, Zadokh, kehilangan keturunan prianya. Karena biasanya yang menyandang nama marga itu pria. Tapi dia melahirkan anak perempuan," kata Yano tentang situasi terkini dari penamaan itu. Sayangnya Yano tidak memiliki keterangan tentang siapa yang membaptis para budak itu beserta tanggalnya.