Kisah Antonio Paulo, Utusan VOC yang Dicincang Sultan Agung Lalu Dijadikan Santapan Buaya

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Sultan Agung Hanyokrokusumo, hukum utusan VOC.
Ilustrasi - Sultan Agung Hanyokrokusumo, hukum utusan VOC.

Intisari-online.com - Sultan Agung Mataram atau Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah sosok yang berani.

Ia dikenal sebagai raja Mataram yang berani menantang Belanda pada masa penjajahan.

Hal itu disebabkan oleh monopoli dagang yang dilakukan oleh VOC belanda.

Bahkan menurut catatan sejarah Sultan Agung pernah menghukum salah satu utusan VOC dengan mengeksekusinya.

Kisahnya berawal dari Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau Kongsi Dagang Hindia Belanda adalah perusahaan dagang yang didirikan oleh Belanda.

Pada 1602 untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Asia, terutama Indonesia.

VOC sering kali melakukan intervensi politik dan militer di berbagai kerajaan di Nusantara, termasuk Mataram.

Salah satu utusan VOC yang pernah dikirim ke Mataram adalah Antonio Paulo, bekas wakil kepala VOC di bawah pimpinan Cornelis van Maseyck.

Pada 1632, Maseyck menjalankan misi VOC untuk memperbaiki hubungan dengan Mataram, setelah dua kali penyerangan Mataram yang gagal pada 1628 dan 1629.

Namun, perundingan itu berjalan buntu karena Sultan Agung, raja Mataram saat itu, menolak tawaran VOC untuk bersekutu melawan Portugis di Malaka.

Sultan Agung juga marah karena VOC menangkap dan membunuh 18 orang Jawa utusan Mataram yang hendak berziarah ke Makkah pada 1642.

Baca Juga: Sujud Di Makkah Setiap Jumat, Beginilah Mitos Kesaktian Sultan Agung Penguasa Mataram Terbesar

Sebagai balas dendam, Sultan Agung menangkap dan menghukum Antonio Paulo dengan cara yang sangat kejam.

Ia memerintahkan agar tubuh Antonio Paulo dicincang dan dilemparkan ke sungai yang dipenuhi buaya.

Kisah hukuman terhadap Antonio Paulo menjadi salah satu contoh keberanian Sultan Agung dalam melawan campur tangan VOC di kerajaan Mataram.

Sultan Agung dikenal sebagai raja yang taat terhadap agama Islam dan berusaha membangun imperium di Tanah Jawa.

Meskipun gagal menaklukkan VOC di Batavia, Sultan Agung berhasil memperluas wilayah Mataram hingga mencakup sebagian besar Jawa, Madura, Bali, Lombok, dan Sumbawa.

Ia juga melakukan reformasi administrasi, budaya, dan agama di kerajaannya.

Sultan Agung meninggal pada 1645 dan digantikan oleh putranya, Amangkurat I.

Sayangnya, Amangkurat I tidak mewarisi semangat ayahnya dalam melawan VOC.

Ia malah bersekutu dengan VOC dan mengizinkan mereka ikut campur urusan politik Mataram.

Akibatnya, Mataram mengalami banyak pemberontakan dan aneksasi wilayah oleh VOC.

Kerajaan Mataram akhirnya terpecah menjadi dua pada 1755, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Baca Juga: Riwayat Alas Mentaok, Tempat Panembahan Senopati Menobatkan Diri Sebagai Raja Pertama Mataram Islam

Kedua kerajaan ini masih bertahan hingga kini sebagai kerajaan tradisional yang dihormati oleh masyarakat.

*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai

Artikel Terkait