Dari Penjajah Menjadi Pahlawan Inilah Johannes Cornelis Princen, Serdadu Belanda yang Membelot ke Indonesia

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Johannes Cornelis Princen, serdadu Belanda yang membelot ke Indonesia.
Ilustrasi - Johannes Cornelis Princen, serdadu Belanda yang membelot ke Indonesia.

Intisari-online.com -Johannes Cornelis Princen atau lebih dikenal dengan Poncke Princen, adalah mantan tentara Belanda.

Poncke Princen adalah salah satu tokoh yang memiliki kisah hidup yang luar biasa.

Ia lahir dan tumbuh di Belanda, namun kemudian memilih untuk menjadi warga negara Indonesia dan berjuang untuk kemerdekaan dan hak asasi manusia di tanah air.

Bagaimana perjalanan hidupnya?

Poncke Princen lahir dengan nama Johannes Cornelis Princen pada 21 November 1925 di Den Haag, Belanda.

Ia berasal dari keluarga yang berpikiran bebas dan cenderung anarkis. Ia sempat masuk seminari pada tahun 1939-1943, namun tidak melanjutkan menjadi pastor.

Pada tahun 1943, ketika Belanda diduduki oleh Nazi Jerman, Poncke Princen berusaha untuk melarikan diri ke Spanyol dan kemudian ke Inggris untuk bergabung dengan tentara sekutu.

Namun, ia tertangkap oleh tentara Nazi di Maastricht dan dihukum karena "mencoba membantu musuh".

Ia kemudian dipindahkan ke berbagai penjara dan kamp konsentrasi Nazi, seperti Vught, Utrecht, Amersfoort, dan Beckum.

Selama di penjara, ia sering membacakan buku Pastoor Poncke karya Jan Eekhout kepada sesama tahanan.

Dari situlah ia mendapatkan julukan "Poncke" yang melekat hingga akhir hayatnya.

Baca Juga: Di Indonesia Dianggap Penjahat Kejam, Di Belanda Dapat Bintang Jasa, Begitulah Nasib Willem Daendels

Poncke Princen baru dibebaskan pada tahun 1945 setelah sekutu berhasil mengalahkan Nazi Jerman.

Setelah bebas dari Nazi, Poncke Princen tidak bisa tenang. Ia merasa harus berbuat sesuatu untuk membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia yang saat itu masih dijajah oleh Belanda.

Ia pun mendaftar sebagai tentara kerajaan Hindia Belanda (KNIL) dengan harapan bisa menyusup ke Indonesia.

Pada tahun 1948, ia berhasil tiba di Jakarta bersama pasukan KNIL. Namun, ia tidak tahan melihat kekejaman dan ketidakadilan yang dilakukan oleh Belanda terhadap rakyat Indonesia.

Ia pun memutuskan untuk membelot dan bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Princen menyeberangi garis demarkasi dan bertemu dengan Achmad Soebardjo, Mohammad Hatta, dan Nazir Pamuntjak yang merupakan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Kemudian dirinya juga diterima oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Poncke Princen kemudian terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Ia bergabung dengan Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Kolonel Abdul Haris Nasution.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1949, Poncke Princen tidak berhenti berjuang.

Dirinya menjadi aktivis hak asasi manusia yang gigih dan kritis terhadap berbagai rezim yang berkuasa di Indonesia, mulai dari Orde Lama hingga Orde Baru.

Baca Juga: Dibangun di atas Gunung Inilah Benteng Madang, Tempat Pertahanan Rakyat Kalimantan Selatan dari Gempuran Belanda

Ia mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pada tahun 1969 bersama beberapa pengacara muda seperti Adnan Buyung Nasution dan Mochtar Lubis.

Kemudian mendirikan Yayasan Lembaga Perlindungan Hak Asasi Manusia (YLBHAM) pada tahun 1973.

Ia sering membela korban-korban pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah atau militer.

Artikel Terkait