Find Us On Social Media :

Tak Kelihatan Batang Hidungnya, di Mana Bung Karno dan Bung Hatta saat Sumpah Pemuda?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 18 Agustus 2024 | 13:50 WIB

Saat Sumpah Pemuda diikrarkan, di mana gerangan sosok Bung Karno dan Bung Hatta? Asvi Marwan Adam menawarkan dua alasan.

Lalu rapat kedua digelar pada Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop. Di sini yang dibahas adalah urusan pendidikan. Pemantiknya adalah Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro. Secara garis besar, keduanya ingin setiap anak harus mendapat pendidikan kebangsaan.

Rapat ketiga, rapat penutupan, digelar pada hari yang sama dengan rapat kedua, digelar di Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106. Di situ Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sementara Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.

Dua hal penting yang terjadi di rapat ketiga: untuk pertama kalinya lagi Indonesia Raya gubahan Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan biola dan ikrar para pemuda yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

Kembali ke pertanyaan awal, di mana Bung Karno dan Bung Hatta?

Ketika kongres terjadi, Bung Karno berusia sekitar 27 tahun--kebanyakan anggota kongres berusia akhir belasan tahun. Nama Bung Karno memang tidak ada dalam kelindan peristiwa itu, tapi bukan berarti dia tidak memantau peristiwa penting tersebut. Untuk Bung Hatta sendiri, ketika itu dia masih menyelesaikan studinya di Belanda. Lagian, setahun sebelumnya, Bung Hatta dijebloskan ke penjara Den Hag karena aktivitas politiknya.

Ada dua versi

Dalam tulisannya di Majalah Intisari berjudul "Sukarno Versus Kaum Muda", sejarawan Asvi Marwan Adam menjelaskan beberapa versi terkait kenapa Bung Karno tidak ada ketika Sumpah Pemuda. Penjelasan Asvi bertolak pada Juli 1927 ketika Bung Karno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) di Bandung.

Lalu pada Desember 1927, Sukarno berhasil merealisasikan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang semula terdiri atas tujuh organisasi (PNI, Partai Sarekat Islam, Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indonesische Studieclub).

Permufakatan itulah yang membuat segala kegiatan Bung Karno diawasi oleh pemerintah kolonial karena dianggap berbahaya. Tabrani yang mengetuai Kongres Pemuda I tahun 1926 dan kemudian belajar di Eropa menulis kepada Sukarno bulan Desember 1928, "Lebih baik kamu di belakang layar saja atau lebih baik lagi meninggalkan Tanah Air untuk sementara."

Baca Juga: [ARSIP] Cerita Lucu Bung Karno Usai Merdeka: Presiden Sudah Terpilih, Mobilnya Baru Dicari

Hal senada disampaikan oleh Hatta yang menulis kepada Sukarno bulan Februari 1929: "... keselamatanmu dalam bahaya ... kau harus menarik diri dari kepemimpinan puncak, untuk sementara tidak muncul di depan publik ... sangat mendesak bagimu untuk meninggalkan Indonesia sementara waktu."

Hatta menambahkan, biaya perjalanan dan tempat tinggal selama Sukarno di Belanda telah tersedia.