Find Us On Social Media :

[ARSIP] Mereka Yang Mengelabui Penjajah Untuk Menyiarkan Sejarah

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 11 Agustus 2024 | 09:32 WIB

Momen proklamasi kemerdekaan RI tak hanya milik Sukarno dan Hatta, tapi juga milik mereka yang berjuang dalam senyap menyebarkan kabar bahagia tersebut.

Tapi serapat-rapatnya usaha Jepang, toh berita tentang kekalahannya dapat tersiar pula. Ini terjadi pada 12 Agustus 1945 yang dimulai dengan bisik-bisik antarmahasiswa di ruang kuliah Ika Dai Gaku, Jakarta. Sumbernya keterangan kaum buruh Indonesia di radio militer Jepang.

Esoknya Kantor Berita Domei milik pemerintah Jepang yang didirikan 1 Juni 1936 di Jakarta sudah tidak menerima berita lagi dari Tokyo. Ini memang skenario Jepang. Baru pada 14 Agustus radio Tokyo menyiarkan secara resmi pidato penyerahan Jepang tanpa syarat kepada sekutu oleh Kaisar Hirohito. Bagai menahan derasnya arus sungai dengan beberapa helai jerami, berita memang tidak bisa dicegah untuk dapat tersiar luas.

Meski berita yang sampai berlainan versi, keyakinan bangsa Indonesia bahwa Jepang telah bertekuk lutut telah sangat kental. Ini kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Revolusi harus secepatnya dilakukan, agar kelak kemerdekaan yang didapat tidak terkesan pemberian atau hadiah cuma-cuma dari Jepang. Sebab nyatanya, janji Jepang hanyalah alasan untuk meredam gejolak hati bangsa Indonesia untuk sedikit bersabar.

Tanggal 16 Agustus malam, di rumah Laksamana Maeda di Jl. Miyakodori (sekarang Jl. Imam Bonjol, Jakarta) telah berkumpul beberapa pemuda yang haus dan mengerti benar akan arti kemerdekaan suatu bangsa. Selain Soekarno dan Hatta, hadir Chaerul Saleh, Mr. Subardjo, M. Sutardjo, Dr. Radjiman, Jusuf Kunto, dan kawan-kawan.

Teks yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh Soekarno ditulis tangan dengan pensil di atas, sehelai kertas. Mula-mula dinamakan Maklumat Kemerdekaan. Namun kemudian diganti menjadi Proklamasi Kemerdekaan. Sayuti Melik mengetik coretan itu menjadi susunan huruf yang rapi.

Keesokan harinya, yakni 17 Agustus 1945, di Jl. Pegangsaan Timur 56, tempat kediaman Bung Karno, telah berkumpul beberapa pemuda-pemudi yang akan melangsungkan upacara detik-detik bersejarah itu. Semula hendak dilaksanakan di Ikada. Tetapi batal karena khawatir terjadi provokasi Jepang. Mikrofon sudah disediakan, sekalipun hanya satu.

Pada pukul 10.00 tepat Bung Karno keluar dari ruangan dalam. Dr. Muwardi dan Suwirjo yang menjadi panitia upacara membacakan rencana Pembukaan UUD. Kemudian disusul oleh Suwirjo dan Hatta yang menyampaikan beberapa kata sambutan, menekankan arti sejarah proklamasi kemerdekaan.

Tanpa banyak membuang waktu, Bung Karno lalu tampil ke depan mikrofon, berpidato sebagai pengantar pernyataan proklamasi. Kemudian teks proklamasi kemerdekaan RI yang sangat bersejarah dan menjadi titik penentu itu pun dibacakan. Selesai teks proklamasi dibacakan, bendera Sang Saka Merah Putih dikibarkan. Ini merupakan detik-detik awal Indonesia merdeka. Rakyat Indonesia bisa bernapas lega di negerinya sendiri.

Lalu bagaimana teks atau berita proklamasi itu dapat tersebar hingga ke pelosok daerah dan penjuru dunia?

Live show gagal

Ada yang kurang disebut-sebut sejarah dari detik-detik proklamasi kemerdekaan RI, yakni sebuah regu yang menamakan dirinya Regu Dajjal. Regu inilah, selain Regu Penggempur dan Regu Palang Merah, yang mendapat tugas sebagai regu propaganda. Tugas berat pertama yang harus mereka pikul adalah berusaha merebut Gedung Hosokyoku (Gedung Radio) di Jl. Gambir Barat 4-5 (sekarang Jl. Merdeka Barat), Jakarta.

Mereka yang mendapat tugas tentu sangat menyadari arti penting sebuah komunikasi atau pemberitaan. Skenario yang mereka rancang adalah bagaimana siaran proklamasi kemerdekaan dari Jl. Pegangsaan Timur 56 itu dapat diudarakan secara langsung, saat itu juga. Kalau tidak, ya diusahakan dapat dibacakan sendiri teks proklamasi kemerdekaan itu pada pukul 10.00 tepat sesuai rencana.