Penulis
Bagaimana pandangan Soepomo terhadap negara merdeka? Lalu apa perbedaannya dengan cara pandang Bung Karno dan Muhammad Yamin?
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Negara Indonesia merdeka di atas benturan ide-ide para pendiri bangsa, terutama dalam konsep negara. Selain Bung Karno dan Yamin, Soepomo adalah salah satu sosok yang perlu mendapat perhatian khusus.
Artikel ini akan menjawab pertanyaan bagaimana pandangan Soepomo terhadap negara merdeka, serta apa bedanya dengan para pendiri bangsa lainnya.
Jepang mulai terjepit oleh Sekutu. Kondisi itu mendorong Jepang membentukBadan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pembentukan BPUPKI merupakan upaya menarik hati rakyat Indonesia agar tidak melakukan perlawanan dan membantu Jepang melawan Sekutu.
Tujuan BPUPKI dibentuk adalah untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. BPUPKI melakukan dua kali sidang, yakni pada 29 Mei- 1 Juni 1945 dan pada 10-17 Juli 1945.
Pada sidang pertama, hal yang dibahas adalah mengenai dasar negara Indonesia merdeka. Selama tiga hari sidang (29 Mei- 1 Juni), terdapat 39 tokoh BPUPKI yang berpidato guna mencoba merumuskan dasar negara merdeka.
Tiga dari 39 tokoh tersebut adalah Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Lantas, bagaimana pandangan Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir Soekarno terhadap negara merdeka dan apa perbedaannya?
Pandangan Soepomo terhadap negara merdeka
Dalam sidang pertama BPUPKI, Soepomo mendapat kesempatan berpidato pada 31 Mei 1945. Paparan Soepomo pada hari itu sangat luas dan panjang, termasuk menyangkut hubungan dengan agama, dan konsep negara integralistik totaliter.
Karakteristik paham negara integralistik Soepomo di antaranya:
- Negara adalah pengejawantahan secara organik warga negara
- Pemerintah adalah pusat kekuasaan yang dapat memaksa kepatuhan warga negara atas nama kepentingan publik
- Kehendak pimpinan negara merupakan keputusan yang tidak hanya menuntut kepatuhan, tetapi hukum yang tidak dapat ditawar lagi.
Pemikiran Soepomo tentang negara integralistik juga dilatarbelakangi untuk mencari jalan tengah antara konsep negara individualis-liberal dan negara komunis. Pasalnya, dalam sidang BPUPKI untuk menetapkan kerangka dasar negara, terjadi perdebatan di antara para tokoh pendiri Indonesia hingga terpolarisasi dalam beberapa kubu.
Soepomo menyebut konsep ini sebagai ide totaliter dan bersifat integralistik sesuai adat alur pikir ketimuran bangsa Indonesia. Meurut pandangannya, liberalis-kapitalis adalah paham yang menyebabkan adanya imperialisme dan kolonialisme.
Sedangkan komunisme tidak cocok diterapkan di Indonesia karena cenderung memecah belah dan membuat kelas dalam masyarakat. Padahal, tujuan Indonesia adalah persatuan dan kesatuan untuk mencapai kemerdekaan.
Pada saat para pendiri bangsa merumuskan dasar negara, negara totaliter bukan konsep yang menakutkan seperti sekarang. Oleh karena itu, pandangan Soepomo tentang negara integralistik dapat diterima oleh anggota BPUPKI yang lain. Paham kekeluargaan yang dianut oleh UUD 1945 sebelum amendemen adalah hasil pemikiran Soepomo, yang berdasar konsep negara integralistik.
Pandangan Yamin
Pada pidato tanggal 29 Mei 1945, Mohammad Yamin dipastikan tidak melampirkan Rancangan UUD RI sebagaimana tercantum dalam bukunya berjudul Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Pringgodigdo Archief, yang tersimpan di Pura Mangkunegaran Surakarta, memuat catatan bahwa Mohammad Yamin pada hari itu berpidato selama 20 menit.
Menurut pandangan Moh Yamin, negara Indonesia merdeka harus didasarkan pada peradaban bangsa Indonesia sendiri, bukan meniru suatu susunan tata negara lain.
Moh Yamin juga berpendapat bahwa negara yang akan dibentuk ialah suatu negara rakyat Indonesia yang tersusun dalam suatu Republik Indonesia, yang dikepalai oleh seorang kepala negara pilihan, dan dijalankan sebagai pusat oleh kementerian yang bertanggung jawab pada majelis musyawarah.
Pandangan Soekarno
Pada 1 Juni 1945, giliran Soekarno menyampaikan pidatonya, yang kemudian dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila. Di dalam pidatonya, Soekarno menyampaikan usulan tentang dasar yang akan dijadikan dasar dalam Indonesia merdeka.
Soekarno memberikan rumusan tentang dasar negara yang dapat diringkas dalam lima poin, sebagai berikut.
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau perikemanusiaan
- Mufakat atau demokrasi
- Kesejahteraan sosial
- Ketuhanan Yang Maha Esa
Soekarno memberikan nama pada rumusan tersebut Pancasila.
Pada akhir pidatonya, Soekarno berujar bahwa kelima sila itu dapat diperas menjadi tiga sila (trisila), yaitu nasionalisme, demokrasi, dan ketuhanan. Tiga sila itu dapat diperas lagi menjadi satu sila atau ekasila, yang intinya adalah gotong-royong.
Menurut catatan hasil rapat BPUPKI, para anggota lain tidak ada yang secara khusus menyampaikan pandangan terkait dengan rumusan Pancasila seperti Soekarno. Peranan Soekarno sebagai satu-satunya penggali Pancasila dikuatkan oleh Dr Radjiman Wedyodiningrat, Moh Hatta, dan Mohammad Yamin.
Kemudian, melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016, dinyatakan bahwa untuk pertama kalinya Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan oleh Ir Soekarno, anggota BPUPKI di depan sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Berdasarkan fakta sejarah itu, tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila.
Perbedaan ketiganya
Menurut Moh Hatta, ketika Ketua BPUPKI Dr Radjiman Wedyodiningrat membuka sidang dengan pertanyaan terkait dasar negara Indonesia merdeka, sebagian besar anggota tidak memberikan jawaban. Hal itu karena mereka khawatir pertanyaan itu menimbulkan persoalan filosofi yang berkepanjangan.
Moh Yamin, Soepomo, dan Soekarno, yang menjadi tiga dari 39 tokoh BPUPKI yang berpidato guna mencoba merumuskan dasar negara merdeka pun berbeda pandangan. Dalam pidatonya pada 29 Mei 1945, Moh Yamin berpandangan bahwa dasar negara merdeka juga mengenai susunan pemerintah dan penduduk.
Kemudian, Soepomo, yang berpidato pada 31 Mei 1945, berpendapat bahwa Indonesia merdeka harus berdasar pada konsep negara yang integralistik. Sedangkan Soekarno, pada 1 Juni 1945 menjabarkan dasar Indonesia merdeka ada lima poin, yang kemudian dinamai Pancasila. Lima poin tersebut adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme/perikemanusiaan, mufakat/demokrasi, kesejahteraan, dan ketuhanan.
Itulah artikelyangmenjawab pertanyaan bagaimana pandangan Soepomo terhadap negara merdeka, serta apa bedanya dengan para pendiri bangsa lainnya.