Find Us On Social Media :

[ARSIP] Ketika Cahaya Keris Berhasil Menyilaukan Mata Dunia Pada 2005

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 3 Agustus 2024 | 15:32 WIB

Keris menyengat dunia. Karya adiluhung leluhur ini diakui dunia sebagai karya agung bangsa Indonesia. Keris diakui UNESCO pada 2005.

Kualitas seni sebilah keris sudah terlihat sejak sebelum dicabut dari warangkanya. Bahan yang digunakan pada sarung wadahnya (pendok) ada yang terbuat dari emas murni (atau perak, kuningan, tembaga) dihias ukiran lembut ditaburi intan, berlian, atau batu permata lainnya.

Sedangkan gagang keris (ukiran) juga beragam bentuknya. Ada yang mengambil sosok stilasi manusia, binatang, dan Iain-lain. Bahannya bisa terbuat dari kayu, atau gading, tanduk, tulang binatang, gigi ikan, juga logam.

Dengan tekstur diukir halus dan lembut, tak jarang dihiasi pula dengan batu permata. Tekstur warna pada kayu warangka dengan pola sesuai gambaran serat kayunya tentu saja indah. Terbuat dari kayu, gading, tanduk kerbau, bahkan fosil binatang purba, warangka bisa memperlihatkan status ekonomi sang pemilik. Apalagi dipadupadankan dengan cincin keris (mendak) yang selain dihiasi batu zircon, pada keris kelas atas malah terbuat dari emas murni bertatahkan berlian (selut) yang harganya mencapai puluhan juta rupiah. Mewah!

Begitu keris dicabut dari warangka, lalu diangkat sedikit di atas wajah, maka dalam posisi itu akan tampak gaya irama bentuk dan kesan perwatakan sang keris (pasikutan). Bilahnya yang benar-benar lurus bak ular bertapa, atau lekuknya (luk) meliuk indah bak ular berjalan, dengan presisi jarak antarlekuknya tak jarang mengundang decak kagum. Padahal, ketika dibuat ratusan tahun lalu. sang empu hanya mengandalkan intuisi. Sebagai perlambang lingga (simbol kelamin jantan), bilah keris ini seolah "menyatu" dengan yoni (simbol kelamin betina) di bagian alas bilah (ganja).

Bentuk atau tipe keris itu biasa disebut dhapur. Dalam manuskrip Sejarah Empu, Pangeran Wijil menuliskan pakem dhapur lurus ada 40 macam, luk (lekuk) tiga (13 macam), luk sebelas (10 macam), luk tiga belas (11 macam), luk lima belas (6 macam), luk tujuh belas (2 macam), luk sembilan belas hingga luk dua puluh sembilan (2 macam), sedang luk tiga puluh lima hanya ada semacam.

Yang paling mengagumkan adalah keindahan ornamen pada bilah keris (pamor) yang seakan tumbuh dari dalam bilah. Motif hiasan itu timbul dengan sendirinya akibat proses penempaan, dan bukan karena diukir, apalagi melapisi bilah keris dengan bahan logam lain.

Para empu leluhur membuat keris memang bukan semata sebagai senjata fisik, melainkan senjata batiniah. Kelajaman dan runcingnya keris memiliki makna filosofis sebagai perlambang ketajaman hati pemiliknya. Keris adalah benda pusaka yang mempunyai kedudukan tinggi, jauh lebih tinggi daripada sekadar alat pembunuh (Bambang Harsrinuksmo. Javakeris.com).

Harus seizin Allah

Walau terkesan rumit dan menuntut intensitas tinggi membuat keris tak luput dari hubungan transendental dengan Yang Mahakuasa. Sebelum, selama, dan saat mengakhiri pembuatan keris, seorang empu tak pernah lepas dari upacara ritual memohon keberkahan-Nya. Di tahap akhir, jika tak diizinkan-Nya, proses pembuatan keris selama berbulan-bulan itu akan gagal total. 

Diawali dengan memanasi besi bahan seberat 18 kg hingga merah membara lalu ditempa berulang-ulang hingga bentuknya memanjang dan beratnya menyusut tinggal 7 - 9 kg. Kemudian besi ditekuk hingga berbentuk huruf U, lalu diselipi bahan pamor (batu meteorit), ditempa, ditekuk lagi, ditempa lagi, terus begitu, sedikitnya 24 kali tempaan hingga besi dan pamor menyatu. Beratnya tinggal 4 kg. Lalu dipotong lagi sama panjang, direkatkan dengan menyelipkan baja di tengahnya, diikat kawat, lalu dipanasi lagi, ditempa lagi, terus berulang-ulang.

Proses pemanasan itu tak boleh melewati 1.300"C agar tetap heterogen. Jadi, unsur besi, baja, dan pamor telap terpisah. "Jika mencapai 1.500°C, maka besi akan melewati fase cair, jadi bersifat homogen, kehilangan serat-seratnya, terang Haryono.

Namun, di tahap akhir keris yang sudah dibentuk, baik lurus maupun berluk, lalu dipanaskan hingga membara (650 - 750°C), kemudian tiba-tiba dicelupkan ke bambu besar berisi air dengan ramuan tertentu. Di sinilah sang empu meningkatkan ritual doa, minta izin Allah. Sebab, kalau gagal, maka bilah keris itu akan meleyot, tak ada gunanya lagi.