Find Us On Social Media :

Raden Saleh Sang Pangeran Ajaib Dan Inspirasi Baju Indonesia Pada Pembukaan Olimpiade Paris 2024

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 27 Juli 2024 | 16:06 WIB

Raden Saleh

---

Sosok Raden Saleh sudah menjadi legenda. Drama hidupnya tampak tak jauh beda gemuruhnya dengan drama-drama lukisannya. Ada yang ditikam, ada yang menikam. Ada yang mengejar dan tampak yang dikejar-kejar. Terus dikejar dan diburu, itulah nasib lukisannya.

Raden Saleh, sang pangeran ajaib. Paling tidak itu gelarnya dalam buku yang disusun Lev Dyomin, Zagadocny Princ, Raden Saleh I Ego Wremya (Pangeran Ajaib, Raden Saleh dan Zamannya) yang dicetak oleh penerbit Rusia.

Kala itu, pertengahan abad XIX, dunia seni lukis atau seni gambar para bumiputera masih mengacu pada gaya tradisional yang berkembang di daerah-daerah, dan sebagian terbesar menyimpan potensi dekoratif. Misalnya lukisan Bali, Jawa, ornamen di Toraja atau Kalimantan. Raden Saleh berkibar sendiri dengan gaya lukis fotografis, gaya seni lukis Barat. Dia memang belajar di Barat, di antaranya membuat easel painting atau lukisan dalam bentuk pigura.

Raden Saleh mampu menampilkan tema berbeda dari seni lukis Indonesia, yang oleh masyarakat Barat dinilai berunsur "religius-kontemplatif abstrak” bersifat keagamaan, bersamadi, lepas dari kebendaan. Dia memang pelukis objek alam dan kehidupan hewan, khususnya kuda dan binatang buas. Dia juga dianggap mumpuni dalam mencoretkan garis wajah dalam lukisan potret.

Kesukaannya hanya menggambar

Raden Saleh Sjarif Bustaman lahir tahun 1807, tanpa diketahui tanggal dan bulannya, dari wanita Mas Adjeng Zarip Hoesen. Sejak usia 10 tahun, anak dari Terbaya (dekat Semarang) ini diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia. Anak sopan menonjol dengan kesukaannya menggambar. Sewaktu di Sekolah Rakyat (Volksschool) saat guru mengajar, ia malah menggambar. Gurunya tak marah, karena ia kagum melihat karya muridnya.

Keluwesannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia-Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya.

Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Tertarik pada bakat Raden Saleh, Payen berinisiatif memberikan bimbingan.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, namun mantan mahaguru Akademi Seni Rupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh menyelami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan.

Dia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi. Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Konon usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal Van Der Capellen yang memerintah waktu itu (1819 -1826), setelah ia melihat karya "ajaib" Raden Saleh.

Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal de Kock, Capellen membiayai Saleh belajar ke Belanda. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, bahasa Jawa, dan bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.