Find Us On Social Media :

Benarkah Nyai Roro Kidul Cuma Sosok Rekaan Panembahan Senopati?

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 7 Juli 2024 | 15:28 WIB

Banyak cerita dan kisah Nyai Roro Kidul ditulis dan dibeberkan orang. Sejak zaman dulu hingga kini mitosnya masih sering dikaji dan diteliti. Benar-benar adakah ratu cantik penguasa laut selatan itu?

Bahkan ada perbedaan persepsi yang meluas dan diyakini, bahwa antara Nyai Roro Kidul dan Kanjeng Ratu Kidul itu berbeda. Artinya, Roro Kidul itu patih, sedangkan Kanjeng Ratu Kidul itu ratunya. Cuma Babad Tanah Jawi tak menyebutkan itu.

Kisah gaib rakyat jelata ini pun lantas berkembang menjadi kisah sakral yang menuntut pertanggungjawaban religi yang sifatnya abadi. Ya, abadi karena sesuai janji, Roro Kidul akan selalu berhubungan dengan seluruh raja Jawa keturunan Panembahan Senopati hingga kini.

Maka selama kerajaan Mataram ada, tokoh penguasa demit Pulau Jawa ini akan tetap disembah untuk dimintai berkah. Jadi ratu makhluk halus yang mendirikan bulu roma ini, sesungguhnya tidak memiliki watak jahat, bahkan sebaliknya berhati mulia karena dipercaya menjaga ketentraman keraton dan rakyat Mataram hingga sekarang.

Memang tak salah kalau cerita besar ini kemudian disebarluaskan lewat media bacaan bergambar yang komiknya laku keras di sekitar tahun 60-an. Justru komik inilah yang menarik, mengingat penyajian katanya singkat dan padat, sementara gambarnya sanggup menghanyutkan daya fantasi pembaca untuk membayangkan kecantikan rupa Nyai Roro Kidul, beserta kebrutalan jin, setan laknat penjaga laut selatan.

Layar perak film nasional pun tak pernah sepi dari cerita-cerita berbau mistis tentang Nyai Roro Kidul dengan serentet judul yang seram plus bumbu seks.

Yang jelas ratu sakti yang rupawan ini sudah menjadi salah satu isi khazanah kisah klasik di Indonesia. Bahkan nampak semakin sakral, karena seringnya diperingati dalam bentuk upacara labuhan atau dipentaskan dalam teater tertutup berbentuk seni tari bedaya ketawang dan bedaya semang. Wajar kalau kemudian mitos Nyai Roro Kidul melebihi kisah Babad Tanah Jawi dan kebesaran Kerajaan Mataram sendiri.

Lihat saja setahun sekali, Keraton Yogyakarta pasti melakukan upacara tradisi labuhan di Parangkusumo. Labuhan itu, persembahan sesaji yang ditujukan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Tradisi ini dilakukan bukan sekadar gengsi keraton atau untuk kepentingan wisatawan, melainkan demi keselamatan raja, keraton dan seluruh rakyatnya.

Ambil contoh, Sri Paku Buwono XII dari keraton Solo, di penghujung tahun 1985 melakukan labuhan guna keselamatan rakyat dan keraton setelah mengalami musibah kebakaran. Untuk mendapatkan keserasian hubungan dengan Ratu laut selatan, Kasunanan Surakarta membangun panggung Sanggabuwana sebagai tempat pertemuan -mereka berdua.

Sedangkan Kesultanan Yogyakarta memiliki sumur gemuling, terowongan bawah tanah di Tamansari Keraton Yogya yang konon tembus sampai menuju laut selatan sebagai tempat hubungan mistis antara Sunan dengan Kanjeng Ratu Kidul.

Tapi hubungan cinta antara raja,-dan ratu ini, oleh Sejarawan Edi Sedyawati diartikan sebagai hubungan yang bersifat adikodrati bukan hubungan seksual duniawi. "Karena itu," tulis Edi dalam Prisma no. 7, Juli 1991, "hubungan mereka tak pernah membuahkan anak.”

Menyinggung hubungan seksual, sejarawan KEP Sanata Dharma Yogya, Suhardjo Hatmosuprobo, menyatakan, hubungan suami-istri Raja Jawa dan Ratu Kidul itu hanya berlaku sebelum Perjanjian Giyanti 1755. Sesudah Mataram pecah terbagi dua, masing-masing raja Yogya dan Surakarta sama-sama menganggap Kanjeng Ratu sebagai eyang, bukan istri.

"Soalnya, kalau tidak begitu Kanjeng Ratu Kidul itu namanya poliandri," katanya.