Find Us On Social Media :

Riwayat Museum Gajah, Dari Pusat Penelitian Sejarah Hingga Tempat Pacaran

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 25 Juni 2024 | 14:13 WIB

Sebagai tanda terima kasih, Raja Siam mengirimkan hadiah patung gajah yang kini ada di depan Museum Nasional Pusat atau Museum Gajah.

Lambat laun koleksi museum bertambah. Ekspedisi ke Lombok pada awal abad ke-20 memperkaya koleksi naskah-naskah kuno. Sekitar waktu yang sama, koleksi benda-benda emas juga meningkat, yakni dengan dimasukkannya koleksi perhiasan, lambang-lambang kekuasaan dan barang-barang emas lainnya yang dirampas van Heutsz dari raja-raja setempat dalam perang 'pasifikasi'-nya. Koleksi etnografi dan prasejarah juga bertambah sejak ekspedisi ke Irian Barat (sekarang Papua) pada awal abad ke-20.

Dorongan untuk perkembangan koleksi benda-benda purbakala datang dari Commissie van Oudheidkundig Onderzoek, yang kemudian pada 14 Juni 1913 menjadi Oudheidkundige Dienst, lalu menjadi Jawatan Purbakala. Lembaga ini melakukan berbagai penggalian. Barang-barang yang ditemukan sedapat mungkin dipinjamkan kepada museum untuk dipamerkan. Jadi museum sendiri tidak secara aktif mengusahakan segala penggalian.

Dalam sejarah perkembangan museum perlu disebut pula Pacific Science Congress pada 1920. Ketika itu diadakan pameran kerajinan dari seluruh Indonesia. Barang-barang pameran ini kemudian dimasukkan ke dalam koleksi museum. Keramik, koleksi termuda, sebagian besar (75%) berkat usaha E.W. van Orsoy de Flines yang meninggal pada bulan September 1964.

Perkembangan museum khususnya, dan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang pada Januari 1950 sesudah pemulihan kedaulatan diubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia, tak dapat dipisahkan dari nama tokoh-tokoh Indonesia seperti Prof. Dr. Husein Djajadiningrat, Prof. Dr. Purbatjaraka.

Seperti telah disebutkan di atas, museum diasuh oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia. Lembaga itu meliputi empat bagian pokok: bagian redaksi dari penerbitan-penerbitan lembaga, bagian ilmiah, bagian museum dan bagian administrasi.

Jabatan ketua lembaga dipegang Prof. Dr. Husein Djajadiningrat sejak tahun 1937 sampai akhir hayatnya pada tahun 1960. Berkat pimpinan dan kebijaksanaan Prof. Husein Djajadiningrat koleksi museum bertambah, baik yang berupa naskah maupun benda-benda lain.

Usaha lembaga di bidang-bidang yang lain juga sangat maju. Bagian penerbitan mengeluarkan tidak kurang dari 86 jilid artikel-artikel umum, 75 risalah-risalah (vrijhandelingen) dan 10 jilid Bibliotheca Javanica.

Sehubungan dengan yang terakhir itu perlu disebut jasa-jasa Prof. Dr. Purbatjaraka, yang selain duduk dalam staf pimpinan direksi Lembaga, juga menjabat konservator naskah-naskah kuno yang tersimpan di museum. Karya ilmiah yang tercatat di bawah namanya tidak kurang dari 50 buah.

Usaha untuk memperkaya museum masih terus dilakukan sampai sekarang. Selain dari Dinas Purbakala museum juga mendapatkan barang-barang baru dari para pedagang antik. Sejak dulu museum mempunyai langganan tetap yang dapat dipercaya. Keuntungan para pedagang itu mungkin memang lebih rendah daripada jika mereka menjual barang-barang di pasaran luar.

Namun mereka merasa mendapat kehormatan jika dapat menjual barang-barang kepada museum. Di situ barang-barang mereka akan mendapat penghargaan yang selayaknya.

Di lain pihak hubungan dengan museum juga membawa segi keuntungan tersendiri. Museum sering menolong para pedagang antik langganan dalam menilai keaslian benda-benda yang mereka tawarkan. Hubungan yang baik dengan museum menambah kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran para pedagang itu.

Penipuan keaslian barang-barang memang sering terjadi. Direksi museum pernah menerima satu dus keris-keris yang telah dibeli suatu kedutaan asing di Jakarta. Menurut keterangan penjual, keris-keris itu berasal dari zaman kuno. Tetapi setelah diperiksa para petugas museum, barang-barang itu ternyata banyak yang baru.