Find Us On Social Media :

Riwayat Museum Gajah, Dari Pusat Penelitian Sejarah Hingga Tempat Pacaran

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 25 Juni 2024 | 14:13 WIB

Sebagai tanda terima kasih, Raja Siam mengirimkan hadiah patung gajah yang kini ada di depan Museum Nasional Pusat atau Museum Gajah.

[ARSIP]

Sebagai tanda terima kasih, Raja Siam mengirimkan hadiah pula sekembali di tanah airnya. Patung gajah di depan Museum Nasional Pusat alias Gedung Gajah itu pun berasal dari hadiah balasan ini. Begitu Museum Gajah muncul hingga kita kenal sekarang ini.

Oleh Siswadhi untuk Kisah Jakarta Tempo Doeloe/Intisari

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com - Pada tahun 1890 Raja Chulalongkorn dari Siam (kini Muangthai) berkunjung ke Nederlandsch Indie. Rombongan tamu diantar keliling Jawa, mengunjungi berbagai peninggalan terkenal seperti Borobudur, Prambanan, Plaosan dan sebagainya. Pemerintah Nederlandsch Indie menghadiahkan angklung serta arca-arca peninggalan dari beberapa candi di Jawa kepada tamu agung. Seluruhnya berjumlah delapan gerobak.

Sebagai tanda terima kasih, Raja Siam mengirimkan hadiah pula sekembali di tanah airnya. Patung gajah di depan Museum Nasional Pusat alias Gedung Gajah itu pun berasal dari hadiah balasan ini.

Ketika Raja Siam berkunjung ke Indonesia, Museum Pusat di Jalan Medan Merdeka Barat 12 itu telah berdiri dua puluh dua tahun. Ia dibangun pada tahun 1862 dan mulai dipergunakan untuk menyimpan koleksi berbagai peninggalan sejarah sejak tahun 1868.

Museum ini didirikan oleh perkumpulan ilmiah tertua di seluruh Asia, yakni Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang dibentuk pada tanggal 24 April 1778.

Sebelum dipindahkan ke gedung museum yang sekarang ini, koleksi barang-barang peninggalan sejarah itu disimpan di salah satu rumah di Kali Besar, Jakarta Kota, kemudian ke gedung bekas kantor pendaftaran tanah di belakang Wisma Nusantara.

Ketika penulis mewawancarai direktur Museum Pusat, Drs Amir Sutaarga (pada 1986), ia sedang sibuk mempelajari rencana gedung Museum Nasional bersama Drs Sukmono, Kepala Jawatan Purbakala. Drs. Amir Sutaarga membolak-balik buku berisi foto serta denah museum-museum terkenal di dunia. Drs. Sukmono duduk menghadapi denah sementara dari calon Museum Nasional itu. Mereka sedang mencari-cari gaya dan bentuk yang akan dipakai.