Find Us On Social Media :

Riwayat Museum Gajah, Dari Pusat Penelitian Sejarah Hingga Tempat Pacaran

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 25 Juni 2024 | 14:13 WIB

Sebagai tanda terima kasih, Raja Siam mengirimkan hadiah patung gajah yang kini ada di depan Museum Nasional Pusat atau Museum Gajah.

Pada 1964 ada rencana untuk membangun sebuah Museum Nasional di atas tanah seluas 100 hektar. Di samping gedung utama akan didirikan museum terbuka (open air museum). Di tempat yang terakhir ini akan dipamerkan rumah-rumah adat dari seluruh tanah air, lengkap dengan lingkungan alam serta tumbuh-tumbuhannya.

Akan diusahakan agar para pengunjung dapat memperoleh gambaran yang jelas dan konkret tentang suku-suku bangsa seluruh Nusantara dengan latar belakang sejarah, sifat-sifat historis dan antropologisnya.

Di ruang kerja direksi museum dan stafnya, di dalam rak-rak buku tampak deretan katalog dari benda-benda yang tersimpan di museum. Tiap lembaran dari katalog seksi etnografi ini berukuran satu folio (lebar 24 cm, tinggi 33 cm).

Setiap lembaran digunakan untuk satu benda saja. Uraian yang cermat dan dibuat selengkap-lengkapnya itu kadang-kadang sampai satu halaman penuh. Bahkan sisir bambu kecil dan pasangan tikus mendapat perhatian yang mendetail. Suatu hal yang sulit dimengerti oleh seorang awam.

Uraian lengkap, teliti dan terperinci itu diperlukan untuk penyelidikan sejarah. Misalnya saja tentang bentuk suatu benda (katakan sebuah kapak batu) dapat diberi uraian tentang teknik pembuatannya. Perbandingan dengan kapak-kapak dari zaman atau tempat lain adakalanya dapat memberi gambaran tentang perkembangan teknik itu.

Jika data kronologi mutlak tidak bisa diperoleh (“benda ini dari tahun sekian"), penjelasan tentang tempat penemuan suatu benda (“beberapa meter di bawah permukaan tanah"), dapat dipergunakan untuk menentukan kronologi relatif (benda A lebih tua dari benda B karena ditemukan pada lapisan yang lebih dalam/tua daripada lapisan di mana benda B ditemukan").

Dapat kita bayangkan betapa besar jerih payah, ketekunan, kesabaran dan keuletan yang diperlukan untuk meregistrasi dan mencatat semua benda di museum itu. Belum lagi terhitung jerih payah dalam usaha mendapat benda-benda itu: mencari daerah yang mungkin memendam benda-benda sejarah, menggali, mengumpulkan, memilih dan lain-lain.

Koleksi etnografi saja kurang-lebih ada 27.000 nomor (satu nomor sering meliputi beberapa benda). Di samping itu masih ada koleksi purbakala, terdiri atas 10.000 nomor, prasejarah 1O.OOO, keramik 8.000, numismatik (mata uang) 10.000, naskah 2.000. Jumlah seluruhnya tak kurang dari 67.000 nomor.

Museum Pusat memang memiliki koleksi 'terbesar dan terkaya di seluruh Asia Tenggara'.

Pada awal berdirinya, koleksi museum meliputi aneka macam barang-barang langka yang jarang didapat. 'Rariteitenkamer' demikian nama kamar koleksi itu dulu. Benda-benda yang kini disimpan di Museum Pusat, masih menjadi satu dengan koleksi zoologi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.

Pada akhir abad ke-19 bagian zoologi dan tumbuh-tumbuhan dipindahkan ke Bogor. Museum di Jakarta khusus untuk koleksi yang menyangkut ilmu bahasa, ilmu bumi dan ilmu bumi bangsa-bangsa. Perubahan ini sejalan dengan perkembangan ilmu purbakala dan adanya gerakan ahli-ahli ketimuran (orientalis).