Find Us On Social Media :

Tanah Abang Dulu Tempat Kemah Prajurit Mataram, Biar Mudah Kepung VOC

By Moh. Habib Asyhad, Kamis, 20 Juni 2024 | 13:12 WIB

Tanah Abang, sejak pertama kali dibangun oleh orang Eropa, memang ditujukan untuk kegiatan ekonomi rakyat kebanyakan.

Phoa Bingam sendiri sudah menjadi penduduk Batavia sejak 1623. Dia merupakan pengusaha, sekaligus pemilik tanah yang membentang dari Sungai Ciliwung hingga Angke.

Menurut catatan pemerintah kolonial, dikutip Hendrik E. Niemeijer dalam Batavia, Phoa Bingam membeli tanah tersebut, termasuk Tanah Abang, tahun 1650 dari Gubernur Jenderal Cornelis van der Lijn (1608-1679). Di atasnya, dia membangun sebuah rumah besar dan tempat pengolahan gula.

“Bingam adalah orang pertama yang memulai perdagangan di Tanah Abang, lebih dari 80 tahun sebelum Justinus Vinck memperoleh hak pasar dan mendirikan Pasar Tanah Abang pada 1735,” tutur Sven Verbeek Wolthuys dalam 250 Years in Old Jakarta: Tales of The Bik Family and The Rich History of Tanah Abang.

Di Tanah Abang, selain meneruskan usaha pengolahan tebu, Phoa Bingam menanam sejumlah komoditi. Dalam wawancara bersama Intisari, arkeolog Candiran Attahiyat mengatakan bahwa daerah Tanah Abang merupakan area perkebunan. Kala itu, daerah sekitar Tanah Abang cukup subur ditanami banyak tumbuhan, seperti kacang tanah, jahe, melati, dan jati.

Nama-nama tanaman itu dewasa ini menjadi nama jalan di wilayah Tanah Abang, di antaranya Jati Baru, Karet, Kebon Jahe, Kebon Jati, Kebon Sirih, dan Kebon Kacang.

Pada 1648, Phoa Bingam memperoleh izin dari pemerintah Belanda untuk menggali kanal dari Nieuwpoort (sekarang Jalan Pintu Besar) ke arah selatan sampai Harmonie (sekarang Jalan Harmoni) dan Jalan Suryopranoto sekarang. Kanal itu juga mengalir sampai ke Kali Ciliwung dan Kali Krukut, melewati banyak sekali tempat penting.

Penggalian kanal dilakukan Bingam untuk mempermudah dan menghemat kegiatan produksi, serta transaksi komoditi tanaman miliknya. Dengan adanya kanal, dia bisa mendistribusikan dagangan miliknya ke banyak tempat di Batavia dengan cepat. Kanal juga mempercepat perkembangan kota Batavia ke selatan. Banyak rumah yang mulai dibangun di sepanjang tepi kanal.

Melihat banyaknya kegunaan kanal tersebut, imbuh van der Linde, pada 1661 pemerintah Belanda lalu membeli kanal tersebut dari Bingam. Kanal yang semula bernama Kanal Bingam, diganti oleh pemerintah VOC menjadi Molenvliet (Kanal Mill).

“Kanal ini menjadi bagian penting dari kota (Batavia) di abad selanjutnya. Selain untuk mengangkut barang, kanal tersebut digunakan untuk mandi dan mencuci oleh masyarakat yang membangun rumah dan bangunanbangunan di sekitar kanal,” ujar Linde.

Phoa Bingam meninggal antara 1658 hingga 1664. Salah seorang putranya bernama Towasia, tutur Niemeijer, kemudian menjual lahan Tanah Abang kepada Litsoecko, letnan Tionghoa, sebesar 400 Rijksdaalders (Ringgit).

Berdasarkan dokumen yang diterima Litsoecko lahan milik Phoa Bingam membentang dari Sungai Ciliwung di timur hingga Angke di barat, dengan lebar 1.500 sampai 1.600 roeden (tongkat) dan panjang 300 roeden.

Pengukuran berdasarkan roeden itu memiliki definisi yang beragam. Namun Frederik de Haan dalam Priangan: de Preanger-regentschappen onder het Nederlandsch Bestuur, menggambarkan luas tanah Phoa Bingam tersebut setara dengan tujuh hingga delapan kali ukuran Koningsplein (Lapangan Monas sekarang).