Find Us On Social Media :

Ketika Buya Hamka Yakin Islam Yang Masuk Ke Indonesia Langsung Dari Arab

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 3 Juni 2024 | 13:01 WIB

Teori yang menganggap bahwa Islam masuk ke indonesia melalui para saudagar arab yang berasal dari daerah Makkah berdasarkan acuan dari berita Cina Dinasti Tang tang dikemukakan oleh Buya Hamka.

Baca Juga: Jelaskan Alasan Buya Hamka Yang Berkeyakinan Bahwa Islam Dibawa Langsung Oleh Saudagar Dari Makkah

Dan di sinilah Hamka mulai mengarahkan pandangannya untuk pindah ke Jawa, setelah membaca buku-buku tentang Jawa Tengah. Karena minatnya yang kurang untuk belajar di Thawalib, setelah empat tahun, ia keluar.

Setelah orangtuanya bercerai, Hamka semakin kuat keinginannya berangkat ke Pulau Jawa. Pada 1924, dia meninggalkan Sumatera dengan pandangan bahwa ajaran Islam di Jawa jauh lebih maju dari segi struktur dan organisasi.

Di Jawa, dia tinggal di Yogyakarta bersama pamannya, Amrullah Ja'far, yang mengenalkannya pada Muhammadiyah dan Sarekat Islam. Di Jogja, Hamka juga belajar di bawah bimbingan banyak ahli, seperti Bagoes Hadikoesoemo, Tjokroaminoto, Abdul Rozak Fachruddin, dan Suryopranoto.

Hamka juga pergi ke Bnadung untuk bertemu dengan tokoh-tokoh Masyumi, seperti Ahmad Hassan dan Mohammad Natsir, yang memberinya kesempatan untuk menulis di majalah Pembela Islam.

Pada 1925, dia berkunjung ke Pekalongan untuk belajar dari Sutan Mansur Ahmad Rasyid, yang saat itu menjadi ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan. Dari sinilah, ia mulai memberikan ceramah agama di beberapa tempat dan memiliki semangat baru dalam mempelajari Islam.

Setelah setahun tinggal di Pulau Jawa, Buya Hamka kembali ke Padang Panjang. Di sana dia menulis untuk majalah pertamanya, Chatibul Ummah, yang berisi kumpulan khotbah yang dia dengarkan di Surau Jembatan Besi dan Tabligh Muhammadiyah.

Tapi sayang, kehadiran Hamka di Padang Panjang tak disambut dengan antusias oleh masyrakat. Bahkan oleh ayahnya sendiri. Hamka kerap dikritik dan dicemooh sebagai ulama yang tidak berpengalaman dan tidak bisa berbahasa Arab.

Karena itulah dia berniat pergi ke Mekkah dan berangkat pada 1927. Selain untuk pergi haji, di Mekkah dia ingin memperluas pengetahuan agamanya serta memperdalam kemampuan bahasa Arab. 

Di sanalah dia bertemu dengan Haji Agus Salim, tokoh berdarah Minang lainnya. Hamka kemudian secara rutin menjadi koresponden untuk harian Pelita Andalas serta bekerja di sebuah perusahaan percetakan.

Seiring berjalannya waktu, Haji Agus Salim menyarankannya untuk membagikan ilmunya di Tanah Air--padahal dia ingin menetap di Mekkah. Tapi alih-alih kembali ke Padang Panjang, Hamka memilih tinggal di Medan.

Selama di Medan, dia banyak menulis artikel di berbagai majalah dan mengirimkan tulisannya ke surat kabar Pembela Islam di Bandung dan Suara Muhammadiyah. Pada 1928, Hamka diangkat sebagai redaktur majalah Kemajuan Zaman yang didasarkan pada hasil mufakat Muhammadiyah di Padang Panjang.