Find Us On Social Media :

Bisikan Perdana Menteri Australia ke Soeharto Minta Indonesia Caplok Timor Timur

By Afif Khoirul M, Minggu, 2 Juni 2024 | 18:15 WIB

Bisikan Whitlam meminta seoahrto anekasai Timor Timur secara paksa.

Intisari-online.com - Whitlam, sadar atau tidak, telah meyakinkan Soeharto atas invasi ke Timor Timur, maka dia bukan satu-satunya di antara para pemimpin dunia.

Gerald Ford dan Henry Kissinger bertemu dengan Suharto di Jakarta beberapa jam sebelum Operasi Seroja (pendudukan Dili secara paksa) dilancarkan.

________________________________________________________________

Ketika Presiden Soeharto bertemu dengan Perdana Menteri Willian McMahon, tahun 1972 hubungan Indonesia dan Australia berjalan baik di bawah bayang-bayang Konfrontasi.

Namun semua berubah sejak kunjungan Whitlam ke Jakarta pada tahun 1973.

Semenjak menjabat sebagai Presiden Indonesia, Soeharto bertemu dengan setidaknya 9 perdana menteri.

Maklum saja Soeharto telah menjabat selama 32 tahun, dan selama itu pula Australia telah berganti-ganti Perdana Menteri.

Soeharto memiliki kehangatan hubungannya dengan Paul Keating, namun Soeharto pertama kali menunjukkan rasa hormat dan kekaguman yang tulus terhadap seorang perdana menteri Australia pada tahun 1974 Gough Whitlam.

Dalam salah satu sketsa diplomasi Australia, Soeharto membawa Whitlam ke sebuah gua rahasia di Dataran Tinggi Dieng, dekat rumahnya di Yogyakarta.

Sebagai seorang Muslim sinkretis, Soeharto sering mengasingkan diri ke sana, sendirian atau bersama penasihat spiritualnya.

Untuk menerima hikmah mistik yang membantunya memandu kapal negara Indonesia.

Baca Juga: Misteri Masa Kecil Soeharto Dipercaya Anak Ningrat yang Ditipkan ke Orang Biasa

Whitlam, dan juga Australia, semakin dekat dengan kepercayaan Soeharto.

Pada kunjungan ini juga Whitlam berbisik kepada Soeharto dengan keinginannya agar Timor Portugis diintegrasikan atau diasosiasikan dengan Indonesia.

Meskipun harus dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat Australia.

Sebetulnya, Whitlam lebih memilih integrasi politik damai antara Timor Timur dan Indonesia setelah dekolonisasi.

Tidak ada keraguan bahwa Whitlam memandang kepentingan utama Australia adalah demi menjaga hubungan baik dengan Indonesia.

Kemudia ia mengatakannya dua kali dalam pertemuan dengan Seharto di Townsville pada tahun 1975.

Mengingat kecilnya kemungkinan bahwa akan ada 'proses dekolonisasi yang terukur dan disengaja di Portugis.

Timor Timur seperti dijelaskan dalam kebijakan resmi Australia, kepentingan nasional Australia akan selalu mengalahkan aspirasi sebagian masyarakat Timor Timur.

Para ahli strategi menuduh Whitlam mengedipkan mata pada Suharto selama pertemuan mereka.

Sebagai tanda meyakinkannya bahwa Australia akan menyetujui jika terjadi aneksasi paksa terhadap Timor Timur.

Baca Juga: Karir Militer Soeharto Berawal Dari Tentara Belanda Hingga Dilatih Pasukan Jepang

Catatan tertulis tidak mendukung hal ini. Namun jika hal ini terjadi, ada faktor-faktor yang berperan di baliknya.

Indikasi awalnya menunjukkan bahwa Fretilin partai terkuat di Timor Timur akan membunuh lebih banyak warga Timor Timur daripada yang mungkin dilakukan Indonesia.

Hal ini terjadi jika Portugis melepaskan cengkeramannya dari Timor Timur.

Misalnya, jutaan orang yang tewas selama perang saudara di Angola, yang juga terjadi setelah penarikan mundur Portugal secara drastis.

Merupakan pengingat akan kemungkinan yang sangat nyata ini, belum lagi perebutan kekuasaan dengan kekerasan oleh Frelimo di Mozambik.

Tidak ada keraguan bahwa aspek kekerasan yang dilakukan Fretilin telah ditutup-tutupi oleh pers arus utama Australia setelah tahun 1975.

Beberapa teori mengaitkan perlakuan yang terlalu simpatik terhadap Fretilin dengan menyamakan kedudukan dengan Indonesia dalam pembunuhan Balibo Five.

Selain ancaman kekacauan di bawah Fretilin, dukungan aktif rezim komunis di seluruh Asia juga merupakan salah satu pasal kebijakan Partai Komunis Tiongkok pada tahun 1975.

Pada puncak Perang Dingin, pemerintahan komunis di Timor Timur sama bertentangannya dengan kepentingan Australia, yang dianggap tak bisa dibiarkan oleh Jakarta.

*