Tahap kedua adalah pemilu untuk memilih anggota Konstituante yang diadakan pada 15 Desember 1955.
Jumlah kursi yang diperebutkan adalah 257 kursi untuk DPR dan 514 kursi untuk Konstituante.
Hasil dan Dampak Pemilu 1955
Hasil pemilu 1955 menunjukkan bahwa tidak ada satu partai atau organisasi yang mendapatkan mayoritas suara atau kursi di parlemen.
Empat partai terbesar yang memenangkan pemilu adalah PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
Berikut ini adalah tabel yang menampilkan perolehan suara dan kursi dari empat partai tersebut:
Partai | Suara (DPR) | Persen (DPR) | Kursi (DPR) | Suara (Konstituante) | Persen (Konstituante) | Kursi (Konstituante) |
---|---|---|---|---|---|---|
PNI | 8.434.637 | 22,32% | 57 | 9.072.780 | 23,97% | 119 |
Masyumi | 7.903.886 | 20,92% | 57 | 7.756.559 | 20,59% | 112 |
NU | 6.955.157 | 18,41% | 45 | 6.955.157 | 18,47% | 91 |
PKI | 6.176.914 | 16,36% | 39 | 6.233.276 | 16,47% | 80 |
Hasil pemilu 1955 menunjukkan bahwa rakyat Indonesia memiliki keberagaman pandangan politik dan ideologi yang tidak mudah disatukan.
Hal ini menyebabkan kesulitan dalam membentuk pemerintahan yang stabil dan efektif.
Selain itu, hasil pemilu 1955 juga menimbulkan konflik dan persaingan antara partai-partai yang berbeda, terutama antara partai nasionalis, agamis, dan komunis.
Salah satu dampak penting dari pemilu 1955 adalah gagalnya Konstituante dalam menyusun undang-undang dasar negara yang baru.
Baca Juga: Amir Sjarifuddin, Sosok Kontroversial di Balik Pendirian Partai Sosialis Indonesia
Konstituante mengalami kebuntuan dalam menentukan dasar negara, yaitu antara Pancasila atau Islam.