Sudah Berubah Berkali-kali, Beginilah Sejarah Demokrasi Di Indonesia

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Sudah berubah berkali-kali, beginilah sejarah demokrasi di Indonesia, semoga bermanfaat.
Sudah berubah berkali-kali, beginilah sejarah demokrasi di Indonesia, semoga bermanfaat.

Intisari-Online.com -Rabu, 14 Februari 2024, kemarin, kita baru saja melaksanakan pesta demokrasi di Indonesia.

Kita bersyukur, Pemilu 2024, sebagai representasi demokrasi di Indonesia, telah berlangsung dengan tertib.

Sejak kapan pemilu di Indonesia, beginilah sejarah demokrasi di Indonesia.

Mengutip Kompas.com, Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.

Sistem pemerintahannya diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Demokrasi tercermin dari terselenggarakannya pemilihan umum (pemilu).

Indonesia sudah menyelenggaran pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.

Menurut Encylopaedia Britannica (2015), demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari kata "demos" (rakyat) dan "kratos" (pemerintahan).

Pada pertengahan abad ke-5 SM, demos dan kratos adalah sebutan untuk sistem politik yang berlaku di beberapa kota Yunani saat itu, salah satunya Athena.

Sebagai bentuk pemerintahan, demokrasi bertolak belakang dengan monarki.

Dalam sistem monarki, pemerintahan dipegang oleh raja, ratu, atau kaisar.

Sistem demokrasi juga berbeda dengan oligarki. Dalam pemerintahan oligarki, kekuasaan dipegang oleh beberapa orang.

Baca Juga: Sejarah Pemilu Presiden di Indonesia, Lengkap dari 2004 Hingga 2019

Demokrasi juga berseberangan dengan sistem aristokrasi, atau pemerintahan oleh kelas istimewa.

Demokrasi juga beda dari despotisme, atau pemerintahan absolut oleh satu orang.

Bangsa Yunani kuno adalah bangsa pertama yang mempraktikkan demokrasi dalam komunitas sebesar kota.

Beberapa badan demokrasi yang mereka bentuk yakni majelis.

Majelis banyak ditiru di negara-negara demokrasi, salah satunya di Indonesia.

Gunawan Sumodiningrat & Ary Ginanjar Agustian, dalam bukunya Mencintai Bangsa dan Negara Pegangan dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara di Indonesia (2008), demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.

Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Demokrasi juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya.

Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.

Presiden pertama Indonesia, Soekarno mengatakan jika demokrasi Indonesia lahir dari kehendak memperjuangkan kemerdekaan.

Menurut Soekarno, demokrasi Indonesia meletakan embrionya pada perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme.

Baca Juga: Mengapa Terdapat Perbedaan Strategi di Antara Pemimpin Indonesia dalam Menghadapi Jepang?

Dikutip dari buku Indonesia Menggugat (2001) dan Di Bawah Bendera Revolusi (2014), demokrasi adalah suatu pemerintahan rakyat.

Lebih lanjut lagi, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.

Demokrasi yang diinginkan Soekarno tidak ingin meniru demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Prancis.

Karena, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi Prancis hanya menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme.

Suakrno mengonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok untuk Indonesia dan tertuang dalam pemikirannya, yaitu marhaenisme.

Ada tiga pokok atau yang disebut sebagai “Trisila” dalam marhaenisme yaitu:

1. Sosio-nasionalisme, yang berarti nasionalisme Indonesia yang diinginkan oleh Soekarno adalah nasionalisme yang memiliki watak sosial dengan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di dalam nasionalisme itu sendiri, jadi bukan nasionalisme yang chauvinis.

2. Sosio-demokrasi, yang artinya bahwa demokrasi yang dikehendaki Soekarno bukan semata-mata demokrasi politik saja.

Tetapi juga demokrasi ekonomi, dan demokrasi yang berangkat dari nilai-nilai kearifan lokal budaya Indonesia, yaitu musyawarah mufakat.

3. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya bahwa Soekarno menginginkan setiap rakyat Indonesia adalah manusia yang mengakui keberadaan Tuhan (theis), apa pun agamanya.

Muhammad Hatta, menilai jika demokratis masyarakat asli Indonesia ini bersumber dari semangat kebersamaan atau kolektivisme.

Kolektivisme ini mewujud dalam sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan sebagainya.

Kolektivisme dalam masyarakat asli Indonesia juga berarti pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

Ini berbeda dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem demokrasi Barat yang individualistis.

Bentuk demokrasi

Secara umum ada beberapa bentuk demokrasi.

Berikut kedua bentuk yang paling umum beserta contoh negaranya:

Sistem Presidensial

Sistem presidensial adalah penyelenggaraan pemilihan presiden secara langsung melalui pemilihan umum (pemilu) seperti yang ada di Indonesia.

Dengan dipilihnya presiden secara langsung oleh rakyat, maka presiden terpilih tersebut akan mendapatkan mandat secara langsung oleh seluruh rakyatnya.

Negara yang menerapkan sistem presidensial di antaranya, yakni Amerika Serikat, Filipina, Argentina, Myanman, Brazil, Kolombia, dan Mexico.

Sistem Parlementer

Sistem parlementer menggunakan dua konsep, yakni kekuasaan eksekutif dan legislatif.

Dalam sistem parlementer kepala negara adalah seorang raja, ratu atau presiden, sedangkan kepala eksekutif adalah seorang perdana menteri.

Negara yang menerapkan ini negara yang sistemnya kerajaan, seperti Inggris dan India.

Haniah Hanafie dan Suryani, dalam bukunya Politik Indonesia (2007), Indonesia pernah memakai sistem demokrasi parlementer pada 14 November hingga 12 Maret 1946.

Ini terjadi di bawah kepemimpinan Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir.

Sistem demokrasi parlementer diberlakukan setelah jatuhnya kabinet presidensial pertama pada 14 November 1945.

Kejatuhan itu disebabkan oleh keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X/1945 pada 16 Oktober 1945.

Kemudian diikuti oleh Maklumat Pemerintah pada 3 November 1945 yang berisi tentang seruan untuk mendirikan partai-partai politik di Indonesia.

Saat ini, negara yang menerapkan demokrasi parlementer yakni, Singapura, Malaysia, Thailand, Turki, India, dan Pakistan.

Indonesia tercatat telah menerapkan empat sistem demokrasi.

Empat sistem demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia adalah:

1. Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Demokrasi Parlementer disebut juga sebagai Demokrasi Liberal, yang merupakan masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Artinya, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen bukan kepada presiden.

Selain itu, Demokrasi Parlementer juga disebut sebagai Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal.

Demokrasi Parlementer berlangsung sejak 17 Agustus 1950 hingga 6 Juli 1959.

Pada masa ini, kabinet-kabinet yang bekerja tidak pernah berumur panjang.

Sebab, kabinet-kabinet itu dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya partai-partai politik yang ada di parlemen.

Beberapa kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Parlementer adalah:

- Kabinet Natsir

- Kabinet Sukiman

- Kabinet Wilopo

- Kabinet Ali Sastroamijoyo I

- Kabinet Ali II

- Kabinet Djuanda

2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Demokrasi Terpimpin berlaku setelah Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, di mana Indonesia resmi beralih dari Demokrasi Liberal ke Demokrasi Terpimpin.

Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945.

Sementara itu, Soekarno menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan, tanpa adanya anarki liberalisme, tanpa otokrasinya diktator.

Adapun yang dimaksud dari demokrasi kekeluargaan adalah demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahan kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan-sentral di tangan seorang sepuh atau tetua.

Menurut Soekarno, sistem demokrasi terpimpin inilah yang sesuai dengan UUD 1945.

3. Demokrasi Pancasila Orde Baru (1966-1998)

Demokrasi Pancasila Orde Baru berlangsung selama pemerintahan Presiden Soeharto sejak 1966 hingga 1998.

Kehadiran Orde Baru pada saat itu telah membawa perubahan terhadap pemahaman Pancasila di Indonesia.

Pada masa ini, Pancasila dipertahankan sebagai ideologi dan dasar negara, dengan harapan dapat melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dalam setiap aspek kehidupan manusia.

Namun, pada praktiknya, terjadi penyimpangan terhadap sistem Demokrasi Pancasila Orde Baru.

Penyebab terjadinya penyimpangan ini adalah karena ada tuntutan agar Soeharto lengser dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia.

Kemudian, berkembang pula budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN, sehingga masa Orde Baru juga dikenal sebagai rezim terkorup di Indonesia.

Puncak dari KKN adalah terjadinya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia pada 1997.

Sementara itu, salah satu tindakan nepotisme yang dilakukan Soeharto adalah mengeluarkan sekitar delapan keppres yang disinyalir memberi keuntungan bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa Demokrasi Pancasila Orde Baru tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Bahkan pelaksanaan Demokrasi Pancasila disebut-sebut sama dengan kediktatoran.

4. Demokrasi Pancasila Reformasi (1998-sekarang)

Setelah Soeharto lengser dari jabatan Presiden Indonesia, kedudukannya diganti oleh Wakil Presiden BJ Habibie, pemimpin era Reformasi.

Di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie, berbagai kekangan demokrasi yang berlaku di era Soeharto dihapuskan.

Kemudian, Presiden BJ Habibie juga memberikan kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.

Lebih lanjut, sistem multipartai juga diberlakukan pada era Reformasi, yang dapat dilihat pada Pemilihan Umum 1999.

Demokrasi Pancasila Reformasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

- Pemilu lebih demokratis

- Rotasi kekuasaan dari pemerintah pusat hingga daerah

- Pola rekrutmen politik terbuka

- Hak-hak dasar warga negara terjamin

Sudah berubah berkali-kali, beginilahsejarah demokrasi di Indonesia, semoga bermanfaat.

Baca Juga: Sudah Dikenal Sejak Zaman Yunani Kuno, Begini Sejarah Singkat Demokrasi Di Dunia

Artikel Terkait