Intisari-Online.com -Apakah Anda pernah mendengar tentang Selat Muria?
Selat ini adalah nama perairan yang pernah memisahkan bagian utara Jawa Tengah dengan Pulau Muria.
Namun, sejarah Selat Muria tidak hanya sebatas itu.
Selat ini juga memiliki peran penting dalam lalu lintas ekonomi dan politik di masa lalu.
Selain itu, selat ini juga menunjukkan perubahan alam yang luar biasa karena proses sedimentasi.
Bagaimana selat ini bisa berubah menjadi daratan? Apa dampaknya bagi kehidupan manusia?
Simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini.
Penghubung Masyarakat Jawa Kuna
Selat Muria adalah nama perairan yang pernah memisahkan bagian utara Jawa Tengah dengan Pulau Muria, yang sekarang menjadi Gunung Muria.
Selat ini ada sampai abad ke 17.
Baca Juga: Bagaimana Kedudukan Selat Muria yang Menjadi Pelabuhan Kerajaan Demak pada Saat Itu?
Gunung Muria adalah gunung berapi tipe stratovolcano yang berada di pesisir utara Jawa Tengah.
Karena adanya endapan fluvio-marin, selat ini lama-lama berubah menjadi daratan.
Sekarang, bekas selat ini menjadi bagian dari Kabupaten Kudus, Grobogan, Pati, dan Rembang.
Melansir Kompas.com,Selat Muria dulunya adalah jalur penting untuk transportasi dan perdagangan.
Selat ini menghubungkan masyarakat Jawa Kuna dengan masyarakat di pulau-pulau lain.
Menurut catatan China, Pulau Muria sudah menjadi kerajaan besar ketika Kartikeya Singha memimpin Kalingga.
Selat Muria menjadi jalur utama untuk lalu lintas ekonomi dan politik.
Catatan China juga menyebutkan bahwa yang menggunakan Selat Muria adalah Holing (Kalingga) dan Kerajaan Shepo (ada yang mengatakan Shepo/Sheba adalah Jawa).
Kalingga berlokasi di Keling, sebuah kecamatan di Jepara yang berbatasan dengan Pati.
Jadi, jika Kalingga menggunakan Selat Muria sebagai jalur utama, maka wilayah Pati utara dan Jepara timur adalah pusat kota Kalingga.
Sedangkan, Selat Muria terbagi menjadi Pati Utara dan Pati Selatan.
Baca Juga: Kedudukan Selat Muria yang Menjadi Pelabuhan Kerajaan Demak Saat Itu
Sejarah Geologi Selat Muria
Pada abad IX, wilayah daratan Kudus mulai muncul, bersamaan dengan perkembangan kerajaan Mataram kuno.
Proses sedimentasi terus terjadi di pulau Jawa melalui pendangkalan sungai-sungai yang menuju selat yang menghubungkan dua pulau itu.
Dengan laju sedimentasi 30 meter pertahun, akhirnya selat itu tertutup dan menjadi daratan karena hasil sedimentasi.
Perubahan alam ini terjadi karena daerah pesisir di sekitar gunung api Muria mengalami perubahan fenomena geomorfik.
Perubahan itu dipengaruhi oleh proses-proses perubahan muka bumi yang bersifat fisik dan kimia.
Perubahan itu juga dipicu oleh dinamika iklim dan dinamika laut.
Kehidupan di Selat Muria Kini
Tanah Muria yang sekarang kita pijak telah memberi kehidupan, seperti air yang berasal dari sumber hulu di Pegunungan Muria.
Air ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari mandi, minum, memasak, menyiram tanaman sampai mencuci pakaian.
Tidak hanya air, tanah, udara, satwa dan pepohonan serta bentang alam di Pegunungan Muria juga telah memberi kontribusi bagi kehidupan manusia.
Berbagai aktivitas manusia yang berkaitan dengan alam telah berlangsung sejak dulu, seperti bertani maupun berkebun.
Bahkan masyarakat memanfaatkan potensi alam secara ekonomi, seperti menjual burung khas Muria, air, pasir, bebatuan, dan kayu.
Demikianlah ulasan tentang sejarah Selat Muria, perairan yang kini menjadi daratan karena perubahan fenomena geomorfik.
Selat ini merupakan bukti dari dinamika alam dan sejarah yang terjadi di pulau Jawa.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda.
Baca Juga: Apakah yang Menyebabkan Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno ke Daerah timur Pulau Jawa?