Sejarah Quick Count, Metode Survei Cepat Ini Ternyata Pertama Kali Digunakan di Filipina

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Sejarah Quick Count di gunakan dalam pemilu.
Ilustrasi - Sejarah Quick Count di gunakan dalam pemilu.

Intisari-online.com - Quick count adalah metode survei yang digunakan untuk mengestimasi hasil pemilu dengan cepat dan akurat berdasarkan sampel tempat pemungutan suara (TPS) yang dipilih secara acak dan representatif.

Metode ini sangat berguna untuk memberikan gambaran awal tentang hasil pemilu, sekaligus sebagai alat pemantauan dan pengawasan terhadap proses penghitungan suara resmi oleh penyelenggara pemilu.

Sejarah Quick Count

Metode quick count pertama kali diterapkan di Filipina pada tahun 1986, saat negara tersebut menggelar pemilu presiden yang diikuti oleh dua kandidat, yaitu Ferdinand Marcos yang saat itu menjabat sebagai presiden, dan Corazon Aquino yang merupakan istri dari tokoh oposisi Benigno Aquino Jr. yang dibunuh pada tahun 1983.

Pemilu tersebut diwarnai oleh berbagai dugaan kecurangan dan manipulasi oleh rezim Marcos, yang berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan segala cara.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebuah komite independen yang bernama National Citizens Movement for Free Elections (NAMFREL) dibentuk oleh sejumlah tokoh masyarakat sipil, agama, bisnis, dan akademisi.

NAMFREL bertugas untuk mengawasi jalannya pemilu, termasuk melakukan perhitungan cepat hasil pemilu berdasarkan data yang dikumpulkan dari sekitar 30.000 TPS yang tersebar di seluruh wilayah Filipina.

Hasil quick count NAMFREL menunjukkan bahwa Aquino unggul atas Marcos dengan selisih sekitar 800.000 suara.

Namun, hasil quick count tersebut bertentangan dengan hasil penghitungan resmi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (COMELEC), yang mengklaim bahwa Marcos menang dengan selisih sekitar 1,6 juta suara.

Hal ini menimbulkan kontroversi dan protes dari rakyat Filipina, yang menuntut penghitungan ulang dan pengakuan kemenangan Aquino.

Akhirnya, setelah terjadi serangkaian demonstrasi dan pemberontakan militer yang dikenal sebagai Revolusi Kekuatan Rakyat (People Power Revolution), Marcos terpaksa mengundurkan diri dan meninggalkan negara pada 25 Februari 1986.

Aquino kemudian dilantik sebagai presiden Filipina yang baru, dan menjadi simbol demokrasi dan perubahan di negara tersebut.

Baca Juga: Sejarah Quick Count di Indonesia, Ternyata Sempat Diancam oleh KPU

Perkembangan Quick Count

Setelah suksesnya quick count di Filipina, metode ini mulai digunakan di berbagai negara lain yang mengadakan pemilu, terutama di negara-negara berkembang yang masih rentan terhadap praktik kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Beberapa contoh negara yang menerapkan quick count antara lain adalah Chile, Nikaragua, Panama, Peru, Meksiko, Ghana, Kenya, dan Indonesia.

Di Indonesia, quick count mulai dikenal sejak pemilu tahun 1999, yang merupakan pemilu pertama setelah era reformasi.

Salah satu lembaga yang melakukan quick count saat itu adalah Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), yang bekerja sama dengan NAMFREL.

Hasil quick count LP3ES menunjukkan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi partai pemenang dengan perolehan suara sekitar 33 persen.

Sejak itu, quick count menjadi salah satu metode yang populer dan dipercaya oleh masyarakat untuk mengetahui hasil pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden.

Banyak lembaga survei yang menawarkan jasa quick count, dengan berbagai tingkat akurasi dan kredibilitas.

Pada pemilu tahun 2024, terdapat 83 lembaga yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan quick count.

Cara Kerja Quick Count

Quick count menggunakan prinsip ilmu statistika dalam menentukan sampel TPS yang akan diambil datanya.

Sampel TPS harus dipilih secara acak dan representatif, sehingga mewakili karakteristik populasi pemilih di seluruh wilayah.

Semakin besar jumlah sampel TPS, semakin kecil tingkat kesalahan atau margin of error, dan semakin akurat hasil quick count.

Data yang digunakan dalam quick count adalah data yang tertera dalam formulir C1, yaitu formulir yang berisi hasil penghitungan suara di TPS.

Formulir C1 ini kemudian difoto dan dikirimkan oleh tim survei yang bertugas di TPS kepada tim pusat yang melakukan perhitungan dan analisis data.

Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sistem komputer yang dapat mengolah dan menampilkan hasil quick count secara real time.

Quick count biasanya dimulai segera setelah pemungutan suara selesai, yaitu pukul 13.00 WIB, dan berlangsung hingga semua data sampel TPS masuk.

Hasil quick count kemudian dipublikasikan oleh lembaga survei melalui media massa atau media sosial, dengan menyertakan tingkat kepercayaan (confidence level) dan margin of error.

Hasil quick count juga dapat diperbandingkan dengan hasil quick count dari lembaga survei lain, untuk melihat konsistensi dan validitasnya.

Baca Juga: Sejarah Valentine Dalam Islam dan Kisah Kelam di Baliknya Hingga Haram Dirayakan

Kelebihan dan Kekurangan Quick Count

Quick count memiliki beberapa kelebihan, antara lain adalah:

- Memberikan gambaran awal tentang hasil pemilu yang cepat dan akurat, sehingga dapat mengurangi ketidakpastian dan spekulasi yang dapat menimbulkan konflik atau kerusuhan.

- Menjadi alat pemantauan dan pengawasan terhadap proses penghitungan suara resmi oleh penyelenggara pemilu, sehingga dapat mencegah atau mendeteksi adanya kecurangan atau manipulasi yang merugikan salah satu pihak.

- Menjadi sumber informasi dan referensi bagi masyarakat, media, akademisi, dan pengambil kebijakan, untuk menganalisis dan mengevaluasi hasil pemilu, serta implikasinya terhadap dinamika politik dan sosial di negara tersebut.

Namun, quick count juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain adalah:

- Tidak memiliki kekuatan hukum sebagai hasil resmi pemilu, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan pemenang atau mengajukan gugatan. Hasil resmi pemilu tetap harus menunggu pengumuman dari penyelenggara pemilu, yang biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama.

- Membutuhkan biaya yang cukup besar, karena melibatkan banyak sumber daya manusia, teknologi, dan logistik, untuk melakukan pengambilan sampel, pengumpulan data, perhitungan, dan publikasi hasil quick count.

- Berpotensi menimbulkan kontroversi atau kebingungan, jika hasil quick count dari berbagai lembaga survei berbeda atau saling bertentangan, atau jika hasil quick count tidak sesuai dengan hasil penghitungan resmi.

Hal ini dapat menimbulkan keraguan atau kecurigaan dari masyarakat atau pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Baca Juga: Jelaskan Peran Kerajaan Majapahit Bagi Kehidupan Berbangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kesimpulan

Quick count adalah metode survei cepat yang digunakan untuk mengestimasi hasil pemilu berdasarkan sampel TPS yang dipilih secara acak dan representatif.

Metode ini pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1986, dan kemudian berkembang di berbagai negara lain, termasuk Indonesia.

Quick count memiliki peran yang penting dalam memberikan gambaran awal tentang hasil pemilu, sekaligus sebagai alat pemantauan dan pengawasan terhadap proses penghitungan suara resmi.

Namun, quick count juga memiliki beberapa kelemahan, seperti tidak memiliki kekuatan hukum, membutuhkan biaya yang besar, dan berpotensi menimbulkan kontroversi atau kebingungan.

Demikianlah sejarah Quick Count digunakan sebagai hitungan cepat di dalam pemilu di Indonesia.

Artikel Terkait