Find Us On Social Media :

8 Februari 1904, Ketika Belanda Mengakhiri Perang Habis-habisan Di Aceh Usai Lakukan Pembantaian

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 7 Februari 2024 | 08:17 WIB

Perang Aceh menjadi salah satu perang terberat yang dirasakan oleh Belanda. Mereka membutuhkan 30 tahun untuk memadamkannya.

Pada periode kedua Perang Aceh yang berlangsung sejak 1874 hingga 1880, Kesultanan Aceh beralih ke strategi perang gerilya.

Pada periode ini, Teuku Umar memimpin gerakan perlawanan ini.

Teuku Umar menggunakan strategi perang gerilya melibatkan serangan cepat, taktik hit-and-run, dan pemanfaatan medan yang sulit untuk mempersulit upaya pengejaran oleh pasukan Belanda.

Namun pasukan Belanda di bawah kepemimpinan Jenderal Jan van Swieten, berhasil menaklukkan Keraton Sultan pada 26 Januari 1874, yang kemudian dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda.

Pada 31 Januari 1874, Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh wilayah Aceh secara resmi menjadi bagian dari Kerajaan Belanda.

Ketika Sultan Machmud Syah meninggal pada 26 Januari 1874, Tuanku Muhammad Dawood diangkat menjadi sultan di Masjid Indrapuri.

Perang Aceh periode ketiga (1881–1896)

Selama Perang Aceh periode ketiga terjadi serangkaian peristiwa signifikan yang mencakup serangan besar-besaran oleh Belanda terhadap Aceh.

Juga penggunaan taktik militer keras, dan pertempuran sengit antara pasukan kolonial Belanda dan pemberontak Aceh dengan dipimpin oleh Teuku Umar.

Pembakaran desa, penggunaan senjata api, serta isolasi ekonomi terhadap Aceh oleh Belanda menjadi ciri khas perang ini.

Selama perang gerilya tersebut, pasukan Aceh dipimpin oleh Teuku Umar, bersama dengan Panglima Polim dan Sultan.

Pada 1899, terjadi serangan mendadak oleh Van der Dussen di Meulaboh yang mengakibatkan gugurnya Teuku Umar.