Christiaan Snouck Hurgronje, menyamar sebagai muslim demi melancarkan misi pemerintah Kolonial Belanda memadamkan perlawanan rakyat Aceh saat Perang Aceh.
Intisari-Online.com -Perang Aceh (1873-1917) adalah salah satu perang terlama dan tersulit yang dihadapi Belanda dalam upaya menguasai seluruh wilayah Indonesia.
Selama lebih dari dua dekade, Belanda tidak berhasil menaklukkan Aceh yang memiliki semangat perlawanan tinggi dan didukung oleh ajaran Islam.
Belanda kemudian mengubah strategi dengan mengirim seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang paham tentang Islam dan budaya Aceh, yaitu Snouck Hurgronje.
Snouck Hurgronje adalah seorang profesor studi Islam dari Universitas Leiden.
Dia disebut pernah berpura-pura memeluk Islam dan mengubah namanya menjadiAbdul Gaffar saat berada di Mekah.
Di sana, ia bertemu dengan jemaah haji asal Indonesia dan mempelajari tentang perang Aceh.
Pada tahun 1889, ia dikirim ke Hindia Belanda untuk menjadi peneliti pendidikan Islam di Bogor dan guru besar bahasa Arab di Batavia.
Pada tahun 1891, ia ditugaskan oleh pemerintah Belanda untuk memasuki Aceh dengan nama samaran Abdul Gaffar dan mempelajari adat-istiadat, kebudayaan, dan ajaran Islam masyarakat Aceh.
Ia berhasil membaur dengan penduduk setempat dan mendapatkan informasi penting tentang tata negara Aceh, posisi ulama, dan kelemahan rakyat Aceh.
Pada tahun 1892, ia menulis sebuah laporan kepada pemerintah Belanda yang berjudul Atjeh Verslag.
Laporan tersebut berisi saran-saran untuk meredam perlawanan rakyat Aceh dengan cara menjalin hubungan yang harmonis dengan para ulama, menghilangkan ketakutan Belanda terhadap pengaruh Islam, dan menggunakan taktik adu domba antara kelompok-kelompok masyarakat Aceh.
Laporan Snouck Hurgronje sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan Belanda dalam menangani perang Aceh.
Berkat laporan tersebut, Belanda berhasil menangkap dan membunuh beberapa pemimpin perlawanan Aceh seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, dan Panglima Polim.
Snouck Hurgronje dianggap sebagai orang yang paling berjasa dalam meredam perang Aceh.
Siapa Snouck Hurgronje?
Snouck Hurgronje merupakan seorang orientalis ternama berkebangsaan Belanda yang menghabiskan banyak waktunya untuk mempelajari Islam.
Dalam sejarah Indonesia, namanya dikenal karena peran besarnya dalam membantu Belanda menaklukkan Aceh.
Berbekal pengetahuan tentang agama Islam dan pengalaman bergaul dengan orang-orang Aceh, ia berhasil memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi Belanda dalam upaya menaklukkan Aceh.
Penemuan-penemuannya kemudian dijadikan dasar untuk membuat siasat perang yang baru dan akhirnya membuat Aceh jatuh ke tangan Belanda.
SnouckLahir di Oosterhout, Belanda, pada 8 Februari 1857 dengan nama Christiaan Snouck Hurgronje.
Dia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang taat.
Pada 1874, ia menempuh pendidikan di Universitas Leiden sebagai mahasiswa teologi.
Enam tahun kemudian, Snouck Hurgronje mendapatkan gelar doktor dengan disertasi berjudul Het Mekkaansche feest (Perayaan Mekah).
Setelah sempat menjadi profesor di Sekolah Pegawai Kolonial Sipil Leiden, ia berhasil memasuki Mekah pada 1885 dengan batuan Gubernur Ottoman di Jeddah.
Di Mekah, Snouck Hurgronje mendapatkan bimbingan dari para ulama untuk belajar tentang Islam dan sempat belajar bahasa Melayu.
Karena kemampuan berbahasa Arab dan pengetahuan yang luas tentang Islam, ia pun sering dikira sebagai seorang muslim.
Lewat sebuah surat yang dikirim kepada temannya, Snouck Hurgronje mengaku bahwa dirinya berpura-pura masuk Islam.
Menyamar sebagai ulama di Aceh
Pada 1889, Snouck Hurgronje dikirim ke Indonesia dan ditunjuk sebagai peneliti pendidikan Islam dan profesor bahasa Arab di Batavia.
Karena pengetahuannya tentang agama Islam dan pengalaman bergaul dengan orang-orang Aceh, ia dipandang sebagai seorang yang tepat untuk diberi tugas memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi Belanda dalam penaklukan Aceh.
Meski sempat mendapatkan rintangan dari gubernurnya, dengan dukungan dari pemerintah Hindia Belanda di Batavia Snouck Hurgronje berhasil masuk Aceh pada Juli 1891.
Tujuan Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronje ke Aceh adalah untuk melakukan kajian tentang seluk beluk kehidupan dan kelemahan masyarakat Aceh.
Di Aceh, Snouck Hurgronje menyamar sebagai ulama dengan nama muslim Abdul Gafar.
Selama tinggal di tengah-tengah rakyat di Peukan Aceh dan menjalin hubungan dengan tokoh adat serta para ulama, ia menulis lebih dari 1.400 laporan tentang situasi di sekitarnya.
Temuan tentang rakyat Aceh Tujuh bulan berada di Aceh membuat Snouck Hurgronje mengetahui masalah utama yang dihadapi Belanda.
Meskipun sultan berhasil ditundukkan, ia mengerti bahwa para kepala daerah tidak akan tunduk dan pengaruh para ulama terhadap rakyat sangat kuat.
Itulah mengapa, sangat sulit untuk mengalahkan pertahanan rakyat Aceh yang keyakinan agamanya sangat kuat.
Pada 23 Mei 1892, Snouck Hurgronje menulis sebuah laporan kepada pemerintah Belanda yang diberi judul Atjeh Verslag.
Laporan tersebut berisi temuannya selama menyamar dan beberapa cara menaklukkan Aceh berdasarkan pihak yang akan dihadapi.
Pada 1898, Snouck Hurgronje ditunjuk sebagai penasihat pemerintah Belanda untuk urusan kolonial dan bekerja di bawah J.B. van Heutsz, Gubernur Belanda untuk wilayah Aceh.
Mengacu pada temuan-temuannya, Snouck Hurgronje memberi banyak saran untuk mengakhiri Perang Aceh.
Namun, hubungannya dengan J.B. van Heutsz lambat laun semakin memburuk karena beberapa sarannya tidak didengar.
Pada 1903, Kesultanan Aceh akhirnya takluk.
Namun, pemberontakan tidak selesai begitu saja, karena seperti yang diungkapkan Snouck Hurgronje, rakyat justru semakin marah karena ditaklukkan dengan kekuatan senjata.
Kembali ke Belanda Kecewa dengan pemerintah kolonial yang mengabaikan sarannya, Snouck Hurgronje memilih untuk kembali ke Belanda dan melanjutkan karier akademisnya.
Ia diterima di Universitas Leiden sebagai profesor yang mengampu bahasa Arab dan pendidikan Islam.
Sejak saat itu, Snouck Hurgronje terus menghasilkan banyak penelitian yang berkaitan dengan Arab dan agama Islam.
Pada 1925, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Nasional Kairo, tetapi mengundurkan diri dua tahun setelahnya.
Hingga kematiannya pada16 Juli 1936, Snouck Hurgronje diketahui mengampu jabatan sebagai Penasihat Kementrian Urusan Koloni di Kerajaan Belanda.
Snouck Hurgronje diketahui menikah sebanyak empat kali, yaitu dengan seorang wanita di Jeddah, dengan Sangkana di Ciamis (1890), dengan Siti Sadiah di Bandung (1898), dan dengan Ida Maria di Belanda (1910).
Dari pernikahannya dengan Sangkana, ia memiliki empat anak yang bernama Raden Oemar Ganda Prawira, Siti Aminah, Emah Salmah, Raden Ibrahim Gaffar.
Sementara dari pernikahannya dengan Siti Sadiah, Snouck Hurgronje memiliki seorang putra bernam Raden Joesoef.