Find Us On Social Media :

Sejarah Sasirangan, Kain Khas Suku Banjar di Kalimantan Selatan

By Ade S, Senin, 5 Februari 2024 | 13:03 WIB

Irma Sasirangan, salah satu penjual kain tradisional khas Banjar di Kampung Batik Sasirangan, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (25/4/2017). Berikut ini, sejarah Sasirangan, kain tradisional suku Banjar yang menarik dan memiliki makna yang mendalam. Simak artikel ini untuk mengetahuinya.

Waktu itu, Lambung Mangkurat menjadi Patih Negara Dipa, Lambung Mangkurat adalah sebutan orang Banjar untuk Lambu Mangkurat.

Menurut cerita yang beredar di Kalimantan Selatan, Sasirangan pertama kali dibuat oleh Patih Lambung Mangkurat setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu.

Ketika hampir selesai bertapa, tepatnya ketika rakit sampai di daerah Rantau, Kota Bagantung, ia mendengar suara wanita yang keluar dari buih.

Wanita itu adalah Putri Junjung Buih, yang nantinya menjadi ratu di daerah ini.

Putri akan menampakkan dirinya jika permintaannya dipenuhi, yaitu sebuah istana Batung dan selembar kain yang ditenun dan dicelup (diwarnai). Untuk membuat kedua permintaan itu, Putri hanya memberi waktu satu hari.

Kain yang ditenun dan dicelup itu disebut kain Langgundi.

Konon saat itu, Putri Jujung Buih menghendaki kain Langgundi yaitu kain tenun berwarna kuning. Di mana, kain ditenun dan dicelup oleh 40 orang perempuan yang masih perawan dengan motif padiwaringin.

Dalam cerita masyarakat di sana, motif padiwaringin adalah motif awal pada kain Sasirangan.

Pada hari yang sudah ditentukan, Putri Junjung Buih muncul ke dunia manusia dan meninggalkan tempat tinggalnya selama ini yang berada di dasar Sungai Tabalong.

Saat itu, masyarakat Kerajaan Negara Dipa melihat Putri Junjung Buih tampak cantik.

Pakaian yang dipakainya adalah kain Langgundi berwarna kuning yang merupakan hasil tenunan 40 perempuan yang masih perawan.

Baca Juga: Fakta Menarik di Balik Kain Tenun Ulos Batak, Bukan Sekadar Selendang!