Find Us On Social Media :

Arie Frederik Lasut, Bapak Pertambangan Indonesia, Pahlawan Nasional, Ditembak Mati Belanda Karena Ogah Kerja Sama

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 5 Januari 2024 | 16:17 WIB

Arie Frederik Lasut, bapak pertambangan Indonesia yang juga Pahlawan Nasional. Karena menolak direkrut, Belanda menculik dan menembaknya hingga mati.

Intisari-Online.com - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan potensi cadangan mineral tertinggi di dunia.

Tapi tak banyak yang tahu, siapa bapak pertambangan Indonesia?

Dialaha Arie Frederik Lasut alias AF Lasut.

Selain dikenal sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, FA Lasut juga punya sumbangsih besar terhadap dunia pertambangan di Tanah Air.

Tak heran bila dia disebut-sebut sebagai Bapak Pertambangan Indonesia.

Bagaimana riwayat AF Lasut?

Arie Frederik Lasut lahir di Kapataran, Sulawesi Utara, pada 6 Juli 1918.

AF Lasut adalah putra tertua dari delapan bersaudara pasangan Darius Lasut dan Ingkan Supit.

Adiknya yang bernama Willy Lasut pernah menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara.

Pendidikan pertama yang ditempuh oleh AF Lasut adalah Hollands Inlandsche School (HIS) atau sekolah Belanda untuk Bumiputera di Tondano.

Dia lalu mendapatkan kesempatan sekolah guru di Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK) di Ambon berkat keberhasilannya menjadi juara di kelasnya.

Pada 1933, Arie lulus dari HIK Ambon.

Dia menjadi salah satu siswa terpilih untuk melanjutkan sekolah gurunya di HIK Bandung.

Tapi baru setahun di Bandung, Arie memutuskan untuk tidak menjadi guru.

Arie pindah ke Jakarta untuk mengikuti pelajaran di Algemeene Middelbare School (AMS), Sekolah Menengah Atas pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.

Pada 1937, Arie lulus dari AMS dan melanjutkan pendidikan di Geneeskundige Hooge School (sekolah kedokteran).

Tetapi, karena kesulitan dana, Arie harus berhenti dari sekolahnya.

Pada 1938, Arie mulai bekerja di Departement van Ekonomische Zaken (Departemen Urusan Ekonomi).

Setahun kemudian, Arie masuk ke Techniche Hoogeschool te Bandung (Sekolah Teknik Bandung).

Tapi lagi-lagi dia harus berhenti karena kesulitan dana.

Arie kemudian mendapat beasiswa dari Dienst van den Mijnbouw (Jawatan Pertambangan) untuk menjadi asisten geolog.

Pada saat itulah Indonesia mulai mendapat serangan dari pasukan Jepang, 1942.

Semasa pendudukan Jepang di Indonesia, Arie bekerja di Chorisitsu Chosayo (Jawatan Geologis) di Bandung.

Pada 17 Agustus 1945, Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Presiden Soekarno kemudian menginstruksikan untuk mengambil alih instansi-instansi pemerintahan dari Jepang.

Arie pun turut terlibat dalam pengambilalihan jawatan geologis dari Jepang yang selesai dengan damai.

Demi menghindari agresi Belanda setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, kantor jawatan geologi sempat berpindah ke Tasikmalaya, Magelang, dan Yogyakarta.

Selama kepemimpinan Arie dalam jawatan tersebut juga dibuka sekolah pelatihan geologis.

Selain jasanya di jawatan, Arie juga aktif terlibat dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang bertujuan untuk membela kemerdekaan Indonesia.

Arie juga sempat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat.

Berkat pengetahuannya perihal pertambangan dan geologi di Indonesia, Arie menjadi incaran pihak Belanda.

Tapi Arie tidak pernah setuju untuk bekerja sama dengan mereka.

Pada 7 Mei 1949, Arie diculik oleh pihak Belanda dari rumahnya.

Dia dibawa ke Pakem, sekitar 7 kilometer di Utara Yogyakarta.

Di sana, Arie ditembak mati.

Arie dibunuh oleh pihak Belanda karena ia selalu menolak tawaran kerja sama dengan Belanda perihal pertambangan dan geologi.

Beberapa bulan kemudian, jenazahnya dipindahkan ke pekuburan Sasanalaya Jalan Ireda di Yogyakarta pada Desember 1947.

Untuk menghargai jasanya, Arie Frederik Lasut dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 20 Mei 1969.

Itulah riwayat singkat Arie Frederik Lasut, bapak pertambangan Indonesia yang juga Pahlawan Nasional.