Find Us On Social Media :

Hutan Ranjuri: Penyerap Karbon dan Mitigasi Bencana Masyarakat Sigi

By Ade S, Senin, 26 Juni 2023 | 09:03 WIB

Lokasi Hutan Ranjuri di Kabupaten Sigi tidak jauh dari ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, Palu. Hutan ini telah menyimpan karbon dan menyelamatkan Desa Beka dari bencana alam sejak lama. Masyarakat pun memuliakan hutan ini dengan tradisi adat berbasis budaya, agama, dan peraturan pemerintah, demi ke

Intisari-Online.com - Hidup di kota yang padat membuat orang memerlukan tempat hijau untuk melepas penat. Salah satu solusinya adalah hutan kota, yaitu area yang ditumbuhi tanaman hijau yang bisa menyerap karbon.

Selain itu, hutan kota juga bisa membantu mencegah bencana alam, seperti erosi tanah dan banjir. Namun, hutan kota tidak bisa dianggap sepele dan hanya sebagai penyedia udara segar.

Harus ada usaha untuk menjaga hutan agar lingkungannya tetap lestari. Salah satu contoh yang baik adalah Hutan Ranjuri di Desa Beka, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Hutan ini berada tidak jauh dari Palu, ibu kota Sulawesi Tengah, sekitar 13 kilometer.

Hutan Ranjuri disebut sebagai "hutan purba" oleh masyarakat Sigi karena ada beberapa pohon yang berumur 600―700 tahun. Pohon-pohon ini memiliki batang yang sangat besar dan menunjukkan banyak karbon yang telah disimpannya.

Hutan Ranjuri yang luasnya 12 hektare ini terbukti sebagai pelindung Desa Beka dari banjir dan longsor. Alam Sriyanto, anggota lembaga adat Desa Bekka, mengatakan bahwa pernah ada hujan lebat yang melanda Sigi.

Hujan itu menyebabkan air dari pegunungan mengalir dengan kencang, membawa batu-batu besar dan pasir. Hal ini bisa membahayakan desa. Namun, Hutan Ranjuri berhasil menghentikan airnya serta menahan batu dan pasir yang terbawa.

"Tidak ada [Hutan] Ranjuri, tidak ada Desa Beka," ujar Alam Sriyanto saat ditemui Sabtu, 24 Juni 2023. Pertemuan itu adalah bagian dari Festival Lestari 5 yang diselenggarakan oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) di Kabupaten Sigi.

Alam menambahkan, Hutan Ranjuri juga berperan sebagai sumber penghidupan desa yang menyediakan sumber daya alam yang sangat penting: air. Hutan menampung air terjun di belakangnya yang jatuh dengan sangat deras.

Air itu meresap ke dalam tanah, dan muncul sebagai sungai-sungai kecil dengan air yang jernih. Inilah yang sering dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan seperti air minum dan untuk mencuci baju.

"[Hutan Ranjuri] ini adalah sesuatu yang ingin kita terus dorong dengan penguatan, baik dari pemerintah daerah, pemerintah desa, termasuk dengan penguatan komitmen dengan masyarakat, lembaga adat yang teguh akan keberadaan hutan ini bisa menghasilkan manfaat yang secara ekonomi pada masyarakat," kata Mohammad Afit, Ketua Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Sigi, dalam perjumpaan yang sama.

Memuliakan Hutan Ranjuri dengan adat, agama, dan pemerintah

Ranjuri berasal dari bahasa Kaili yang telah berubah dialek dari ran yang berarti "masuk" atau "ke dalam", dan syuri "pepohonan syuri". "Syuri adalah pohon besar dengan akarnya yang timbul. Sekarang sudah susah―langka sekali menemukannya," kata Alam.

Nama Desa Beka sendiri berarti desa "terbelah dua" dalam bahasa Kaili. Menurut mitologi Kaili, pernah ada batu yang terbelah di dalam hutan. Dari batu yang terbelah ini, muncul seorang bayi yang menjadi leluhur desa Beka.

Pengetahuan mitologi Kaili ini diwariskan secara lisan di setiap keluarga kepada anak mereka di Desa Beka. Tradisi lisan ini pun berupa nasihat agar tidak mengganggu hutan, seperti menebang pohon, bahkan memotong kayu hasil pohon yang tumbang karena lapuk atau badai. Kayu pohon yang tumbang boleh dimanfaatkan jika ditujukan untuk kepentingan masyarakat, contohnya pembangunan masjid.

Maka, masyarakat Desa Beka memuliakan hutan ini dengan menaruh beberapa seserahan di dalam hutan, dan juga melakukan ritual nitambuli. Seserahan itu berisi lima macam seperti pinang, tembakau, dan kapur sirih, yang merupakan tanda persahabatan antara manusia dan alam sebagai ciptaan Tuhan.

Sedangkan nitambuli adalah ritual yang biasanya umum dilakukan oleh orang Kaili dalam upacara pernikahan dan rasa syukur. Ritualnya berupa penancapan tongkat ke tanah dengan mengucapkan doa-doa tertentu.

"Karena sama-sama makhluk Allah subhanahu wa ta'ala tidak boleh ganggu. Kita tidak ganggu mereka, mereka tidak ganggu kita," terang Alam.

Alam juga seorang guru di pesantren yang paham betul akan ajaran agama. Dengan melakukan kegiatan tradisional kepada hutan, bukan berarti syirik (menyekutukan Tuhan), tetapi bagaimana berinteraksi sesama makhluk Tuhan supaya alam terjaga.

"Islam datang ke Sulawesi Tengah ini seperti para wali di Jawa," kata Alam. "Ulama-ulama mengadopsi tradisi budaya yang sudah ada di sini agar bisa diterima, artinya kan agama dan tradisi bisa jalan bersama-sama untuk memperbaiki alam di sini."

Dia pun mengutip surah ar-Rum ayat 41 yang berbunyi: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Sehingga, kesadaran bagi umat muslim untuk menjaga kelestarian lingkungannya diperlukan dengan cara apa pun, termasuk lewat tradisi. Alam berpendapat, Islam punya pokok pikiran untuk konservasi, sedangkan tradisi punya pengetahuan tentang cara konservasinya. Hal itu harus "dilakukan secara seimbang, tidak boleh berat sebelah," lanjutnya.

Alam mengatakan bahwa organisasi Islam yang ada di lingkungan Desa Beka sering dilibatkan dalam perlindungan Hutan Ranjuri, seperti rutinitas penanaman pohon.

Pemerintah daerah pun mendukung dengan usaha pelestarian Hutan Beka ini. Afit mengatakan, pemerintahan kabupaten sedang menuju arah perekonomian hijau yang sebenarnya sudah digagas sejak lama, sebelum masuknya Sigi dalam LTKL.

"Kami ada usaha untuk menanam 10.000 pohon dan satu juta pohon bambu," kata Afit. Usaha hijau ini merupakan kesadaran Pemerintah Kabupaten Sigi akan bahaya bencana yang mengancam masyarakat.

"Upaya permerintah ini berbentuk Program Sigi Hijau," jelas Afit. Lewat program ini, usaha pelestarian lingkungan digencarkan, tetapi bersamaan dengan investasi perekonomian yang berkelanjutan.

(Afkar Aristoteles Mukhaer)

Baca Juga: Durian dan Kopi Sigi: Kekayaan Alam yang Lestari dan Lezat