Find Us On Social Media :

Dari Sultan Agung hingga Pakubuwono III, Begini Kisah Runtuhnya Mataram Islam

By Afif Khoirul M, Sabtu, 3 Juni 2023 | 08:50 WIB

Ilustrasi - Sultan Agung dan Paku Buwono III

Dalam upaya mengatasi pemberontakan ini, Amangkurat II meminta bantuan VOC dan menandatangani Perjanjian Semarang pada tahun 1677, yang menyebabkan lepasnya wilayah Madura dan pesisir utara Jawa dari Mataram.

Perjanjian Semarang menjadi awal dari campur tangan VOC dalam urusan internal Mataram.

VOC memanfaatkan konflik antara para penguasa Mataram untuk membuat perjanjian-perjanjian yang menguntungkan dirinya dan melemahkan Mataram.

Salah satu perjanjian yang paling berpengaruh adalah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta di bawah Pakubuwono III (1749-1788) dan Kasultanan Ngayogyakarta di bawah Hamengkubuwono I (1755-1792).

Perjanjian ini menandai runtuhnya Kerajaan Mataram Islam sebagai kerajaan tunggal di Jawa.

Kerajaan Mataram Islam meninggalkan banyak peninggalan baik di bidang politik, ekonomi, budaya, maupun agama.

Beberapa peninggalannya antara lain adalah masjid-masjid seperti Masjid Agung Kotagede dan Masjid Gedhe Kauman, makam-makam seperti Imogiri dan Kota Gede, serta istana-istana seperti Keraton Karta dan Keraton Kasunanan.

Selain itu, Kerajaan Mataram Islam juga mempengaruhi perkembangan bahasa Jawa, seni pertunjukan seperti wayang kulit dan gamelan, serta ajaran keagamaan seperti tasawuf dan tarekat.

Kerajaan Mataram Islam juga dianggap sebagai cikal bakal dari kerajaan-kerajaan kecil di Jawa yang masih ada hingga kini.

Kerajaan Mataram Islam juga dianggap sebagai cikal bakal dari kerajaan-kerajaan kecil di Jawa yang masih ada hingga kini.