Find Us On Social Media :

Pernah Dihancurkan Rezim Soeharto, Inilah Peristiwa PDI Ditinggalkan Rakyat Tahun 1997

By Afif Khoirul M, Kamis, 11 Mei 2023 | 16:10 WIB

Ilustrasi - Presiden Soeharto dan PDI

Intisari-online.com - Pemilu 1997 adalah pemilu terakhir yang digelar pada masa Orde Baru. Pemilu ini diikuti oleh tiga partai politik, yaitu Golkar, PPP, dan PDI.

Namun, ada kisah menyedihkan yang dialami oleh salah satu partai politik, yaitu PDI.

PDI adalah partai politik yang terbentuk dari lima partai sebelumnya, yaitu PNI, IPKI, Parkindo, Murba, dan Partai Katolik.

Partai ini dipimpin oleh Soerjadi sejak 1978 hingga 1993. Di bawah kepemimpinan Soerjadi, PDI selalu mendapatkan suara kecil di pemilu.

Pada Pemilu 1977, PDI hanya mendapat 8,05 persen suara (29 kursi). Pada Pemilu 1982, partai ini hanya meraih 6,66 persen suara (24 kursi).

Untuk meningkatkan elektabilitas partainya, Soerjadi kemudian menarik trah Sukarno dengan mengundang Megawati Soekarnoputri dan Guruh Sukarnoputri bergabung ke PDI pada tahun 1986. Strategi ini ternyata berhasil.

Pada Pemilu 1987, PDI berhasil mendapat 10 persen suara (40 kursi). Pada Pemilu 1992, partai ini bahkan meraih 14 persen suara (56 kursi).

Namun, keberhasilan ini ternyata menimbulkan keresahan di kalangan rezim Soeharto.

Megawati dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan Soeharto yang telah lama berkuasa sejak 1966.

Soeharto sendiri adalah salah satu tokoh yang berperan dalam menggulingkan ayah Megawati, yaitu Presiden Soekarno.

Rezim Soeharto kemudian berusaha untuk menjegal Megawati dan PDI dengan berbagai cara.

Baca Juga: Tok! Ganjar Pranowo Diumumkan Sebagai Calon Presiden PDI Perjuangan, Siap Teruskan Program Jokowi

Salah satunya adalah dengan menggelar Kongres IV PDI di Medan pada tanggal 21 Juli 1993.

Kongres ini dimaksudkan untuk memilih ketua umum baru menggantikan Soerjadi yang telah dua periode menjabat.

Namun, kongres ini tidak berjalan lancar. Terjadi dualisme kepemimpinan antara kubu Megawati dan kubu Soerjadi.

Kubu Megawati mengklaim telah menang dalam pemilihan ketua umum dengan perolehan suara sebanyak 589 dari total 1.000 suara.

Sementara itu, kubu Soerjadi menolak hasil pemilihan tersebut dan mengadakan pemilihan ulang dengan dukungan dari pemerintah.

Akhirnya, kubu Soerjadi berhasil mempertahankan posisinya sebagai ketua umum dengan perolehan suara sebanyak 768 dari total 1.000 suara.

Kubu Megawati tidak menerima hasil pemilihan ulang tersebut dan menyatakan bahwa mereka adalah PDI yang sah.

Sengketa kepemimpinan ini berlanjut hingga ke pengadilan.

Namun, pengadilan memutuskan bahwa kubu Soerjadi adalah PDI yang sah dan berhak menggunakan lambang banteng moncong putih sebagai simbol partainya.

Kubu Megawati tidak terima dengan putusan pengadilan dan terus melakukan perlawanan.

Salah satu bentuk perlawanan yang dilakukan oleh kubu Megawati adalah dengan menduduki Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Bentrokan Berdarah Di Gejayan, Sosok Mahasiswa Yang Mau Cari Makan Ini Pun Jadi Korban Keberingasan Aparat

Kantor ini menjadi basis bagi para pendukung Megawati untuk menyuarakan aspirasi mereka dan menentang rezim Soeharto.

Namun, pendudukan ini tidak berlangsung berakhir dengan tragedi. Pada Sabtu, 27 Juli 1996, sekelompok massa yang diduga pendukung Soerjadi menyerbu kantor PDI dan mengusir para pendukung Megawati.

Bentrokan pun terjadi antara massa dan aparat keamanan. Banyak korban jiwa dan luka-luka akibat peristiwa ini.

Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Kudatuli (Kerusuhan Dua Tujuh Juli). Peristiwa ini adalah titik balik perjuangan demokrasi sebelum kekuasaan tiran dan korup Soeharto runtuh.

Peristiwa ini juga menunjukkan betapa rezim Soeharto tidak menghormati hak-hak politik rakyat dan partai politik.

Megawati dan para pendukungnya tidak menyerah dengan kejadian ini.

Mereka kemudian membentuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai politik baru yang melanjutkan perjuangan PDI.

PDIP menjadi salah satu partai politik yang berani mengkritik dan menentang rezim Soeharto.

PDIP kemudian berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan perolehan suara sebesar 33,74 persen.

Megawati pun menjadi salah satu kandidat presiden yang berkompetisi dengan Abdurrahman Wahid, Amien Rais, dan BJ Habibie.

Meskipun tidak berhasil menjadi presiden pada tahun 1999, Megawati akhirnya menjadi presiden kelima Indonesia pada tahun 2001 setelah Abdurrahman Wahid digulingkan oleh MPR.

Itulah kisah PDI yang ditinggalkan rakyat dan dihancurkan rezim Soeharto di Pemilu 1997.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa demokrasi tidak datang dengan mudah, tetapi harus diperjuangkan dengan gigih dan berani.