Find Us On Social Media :

Perkawinan Politik di Mataram Islam: Strategi Kekuasaan dengan Mengambil Selir dari Putri Bangsawan Bawahan

By Ade S, Selasa, 4 April 2023 | 11:52 WIB

Kolase Sultan Agung dan Panembahan Senopati, Dua Raja Mataram Islam yang terlibat perkawinan politik

Intisari-Online.com - Kerajaan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berkuasa antara abad ke-16 hingga abad ke-18.

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya di bawah Sultan Agung (1613-1645 M), yang berhasil menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, serta melawan VOC di Batavia.

Namun, kerajaan ini juga mengalami kemunduran dan perpecahan akibat konflik internal dan campur tangan VOC.

Salah satu faktor yang mempengaruhi dinamika politik Mataram adalah praktik perkawinan politik yang dilakukan oleh para raja dan pangeran Mataram.

Perkawinan politik adalah strategi untuk memperkuat aliansi, mengamankan wilayah, atau menyelesaikan perselisihan dengan mengambil istri atau selir dari keluarga bangsawan bawahan atau kerajaan tetangga.

Dalam artikel ini, kita akan melihat beberapa contoh perkawinan politik yang dilakukan oleh para pemimpin Mataram dan dampaknya terhadap kestabilan kerajaan.

Perkawinan Politik Panembahan Senopati

Panembahan Senopati (1584-1601 M) adalah pendiri Kerajaan Mataram Islam yang berasal dari Ki Ageng Pemanahan, seorang bupati Pajang yang dianugerahi tanah di hutan Mentaok oleh Sultan Hadiwijaya.

Panembahan Senopati berhasil memperluas wilayah Mataram dengan menaklukkan Demak, Surabaya, Tuban, dan Madura. Ia juga melakukan perkawinan politik dengan mengambil selir dari putri-putri bangsawan bawahan.

Salah satunya adalah Nyai Ratu Pembayun, putri Adipati Wirasaba (sekarang Purbalingga), yang melahirkan Mas Jolang, putra mahkota dan penerus tahta. Perkawinan ini bertujuan untuk mengamankan wilayah Wirasaba yang strategis sebagai pintu masuk ke Jawa Tengah.

Baca Juga: Mengungkap Tradisi Selir Zaman Mataram Islam, Wilayah Jawa Ini Konon Jadi Pemasok Selir Terbanyak