Intisari-online.com - Keris adalah senjata khas masyarakat Jawa yang memiliki nilai estetika dan simbolik tinggi.
Keris tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membela diri, tetapi juga sebagai pusaka yang sakral dan memiliki kekuatan mistis.
Salah satu keris yang terkenal dengan kekuatan magisnya adalah keris kyai pleret.
Keris kyai pleret adalah pusaka milik Keraton Yogyakarta yang sudah ada sejak zaman sebelum Kerajaan Mataram Islam berdiri.
Menurut cerita rakyat yang berkembang, keris ini tercipta dari alat kelamin Syekh Maulana Maghribi, seorang mubaligh yang berkelana di hutan dan beristirahat di pinggir danau.
Di sana, ia melihat seorang gadis bernama Rasawulan sedang mandi dan tanpa sengaja mengintipnya.
Rasawulan merasa tersinggung dan mendatangi Maulana Maghribi untuk memarahinya.
Namun, secara ajaib, ia tiba-tiba hamil tanpa disentuh oleh Maulana Maghribi.
Maulana Maghribi bersumpah bahwa ia tidak bersalah dengan memotong alat kelaminnya sendiri.
Alat kelamin itu kemudian berubah menjadi keris yang dinamai Kanjeng Kyai Pleret.
Keris kyai pleret kemudian diwariskan dari generasi ke generasi oleh para raja Mataram Islam.
Baca Juga: Berkat Tombak Kiai Pleret, Panembahan Senopati Akhiri Sepak Terjang Arya Penangsang Yang Perkasa
Keris ini diyakini memiliki kekuatan untuk melindungi pemiliknya dari segala bahaya dan memberikan kemenangan dalam peperangan.
Keris ini juga memiliki ciri khas bentuk bilah yang melengkung seperti huruf S dan pamor yang menyerupai bintang.
Keris kyai pleret saat ini masih disimpan di Keraton Yogyakarta sebagai salah satu pusaka terpenting.
Keris ini sering dipamerkan dalam upacara-upacara adat keraton, seperti Grebeg Maulud, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar.
Keris ini juga menjadi salah satu simbol kejayaan dan kebesaran Kerajaan Mataram Islam yang pernah menguasai hampir seluruh Pulau Jawa.
Selain memiliki kekuatan magis, keris kyai pleret juga memiliki kisah-kisah menarik yang terkait dengan sejarah Kerajaan Mataram Islam.
Salah satu kisah yang paling terkenal adalah ketika keris kyai pleret digunakan oleh Sultan Agung untuk menyerang Batavia, benteng VOC yang saat itu dikuasai oleh Jan Pieterszoon Coen.
Dalam pertempuran yang berlangsung pada tahun 1628-1629, Sultan Agung berhasil mengepung Batavia dan hampir menguasainya.
Namun, karena kurangnya persediaan makanan dan air, ia terpaksa mundur. Sebelum mundur, ia melemparkan keris kyai pleret ke arah Batavia dengan harapan bahwa suatu hari nanti ia akan kembali dan merebutnya.
Sayangnya, keris itu tidak sampai ke tujuan dan jatuh di tengah laut.
Keris itu kemudian ditemukan oleh seorang nelayan dan dibawa ke Keraton Yogyakarta.
Baca Juga: Sukses Sebabkan Malapetaka, Keris Empu Gandring Milik Ken Arok Dianggap Sebagai Keris Gagal
Kisah lainnya adalah ketika keris kyai pleret digunakan oleh Sunan Amangkurat II untuk melawan pemberontakan Trunojoyo yang terjadi pada tahun 1674-1681.
Trunojoyo adalah seorang pangeran dari Madura yang memberontak terhadap Mataram karena merasa tidak puas dengan perlakuan Sunan Amangkurat I.
Ia berhasil merebut Surabaya dan menguasai sebagian besar Jawa Timur. Sunan Amangkurat II kemudian meminta bantuan VOC untuk menghadapi Trunojoyo.
Dalam pertempuran yang berlangsung di Giri, Sunan Amangkurat II menggunakan keris kyai pleret untuk menikam Trunojoyo hingga tewas.
Namun, akibatnya ia harus menyerahkan sebagian wilayah Mataram kepada VOC sebagai imbalan bantuannya.
Kisah selanjutnya adalah ketika keris kyai pleret digunakan oleh Pakubuwono II untuk melawan pemberontakan Cina yang terjadi pada tahun 1740-1743.
Pemberontakan ini dipicu oleh kebijakan VOC yang membatasi jumlah penduduk Cina di Batavia dan memaksa mereka untuk pindah ke luar kota.
Banyak penduduk Cina yang tidak mau pindah dan melakukan perlawanan. Pemberontakan ini kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pakubuwono II yang saat itu menjadi raja Mataram bersekutu dengan VOC untuk menghentikan pemberontakan ini.
Dalam pertempuran yang berlangsung di Kartasura, Pakubuwono II menggunakan keris kyai pleret untuk membunuh pemimpin pemberontakan Cina bernama Oei Tjeng Hien.
Namun, akibatnya ia harus menyerahkan sebagian wilayah Mataram kepada VOC sebagai imbalan bantuannya.
Dari kisah-kisah di atas, dapat dilihat bahwa keris kyai pleret memiliki peranan penting dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam.
Keris ini menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa yang mengubah nasib bangsa ini.
Keris ini juga menjadi lambang dari keberanian dan kebanggaan raja-raja Mataram yang berjuang untuk mempertahankan kedaulatan dan kehormatan mereka.