Raden Trunojoyo menjadi salah satu pemberontak terkuat yang pernah dihadapi Mataram Islam. Amangkurat I sampai terusir ke Tegal.
Intisari-Online.com -Bukan dari Belanda, perlawanan terhebat yang pernah dihadapi Mataram Islam justru berasal dari Pribumi sendiri.
Itu adalah ketika Mataram Islam harus menghadapi pemberontakan Trunojoyo, seorang bangsawan dari Madura.
Trunojoyo merupakan seorang bangsawan Madura yang pernah melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Amangkurat I dan Amangkurat II dari Mataram.
Latar belakang pemberontakan karena Amangkurat I, memerintah dengan keras dan menjalin persekutuan dengan VOC sepeninggal Sultan Agung.
Hal ini menimbulkan gelombang ketidakpuasan pada kerabat istana dan para ulama, yang ditindak dengan tegas oleh Amangkurat I.
Pertentangan yang sedemikian hebat antara Amangkurat I dan para ulama bahkan akhirnya berujung pada penangkapan
Sehingga banyak ulama dan santri dari wilayah kekuasaan Mataram dihukum mati yang jumlahnya ribuan.
Pada tahun 1674, Trunojoyo merebut kekuasaan Madura dan memproklamirkan sebagai raja merdeka di Madura Barat.
Laskar Madura pimpinan Trunojoyo, juga menjalin kerja sama dengan Karaeng Galesong, pemimpin kelompok pelarian asal Makassar pendukung Sultan Hasanuddin yang telah dikalahkan VOC.
Kelompok tersebut berpusat di Demung, Panarukan.
Mereka setuju untuk mendukung Trunojoyo memerangi Amangkurat I dan Mataram yang bekerja sama dengan VOC.
Di bawah pimpinan Trunojoyo, pasukan gabungan orang-orang Madura, Makassar, dan Surabaya berhasil mendesak pasukan Amangkurat I.
Kemenangan demi kemenangan atas pasukan Amangkurat I menimbulkan perselisihan antara Trunojoyo dan Adipati Anom (Amangkurat II).
Pada tahun 1676, pasukan Trunojoyo mengalahkan pasukan Mataram di Gegodog, dekat Tuban.
Kemenangan ini membuka jalan bagi Trunojoyo untuk menyerang dan merebut Surabaya, kota pelabuhan terbesar di Jawa Timur.
Pasukan Trunojoyo juga membakar sejumlah kota pantai lainnya seperti Gresik, Jepara, dan Cirebon.
Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keraton Plered menuju ke timur, tetapi meninggal di Tegalwangi pada tahun 16771.
Setelah kematian ayahnya, Amangkurat II naik takhta sebagai raja Mataram.
Namun, ia tidak memiliki kekuatan militer yang cukup untuk menghadapi Trunojoyo.
Ia pun meminta bantuan kepada VOC, yang saat itu sedang berperang melawan Makassar.
VOC bersedia membantu Amangkurat II dengan syarat ia harus membayar biaya perang dan menyerahkan beberapa wilayah pesisir kepada VOC sebagai jaminan.
Pada tahun 1677, VOC mengirimkan pasukan di bawah komando Cornelis Speelman untuk membantu Amangkurat II.
Pasukan VOC juga didukung oleh Arung Palakka, pemimpin Bugis yang telah berdamai dengan VOC setelah kekalahan Makassar.
Pasukan gabungan VOC-Mataram-Bugis berhasil mengalahkan pasukan Trunojoyo di sejumlah pertempuran, seperti di Kertosono (1678), Kediri (1678), dan Madiun (1679)1.
Trunojoyo sendiri terus melarikan diri ke arah selatan, hingga akhirnya tertangkap oleh pasukan VOC di daerah Ngantang pada Desember 1679.
Ia dibawa ke Batavia sebagai tawanan VOC, tetapi dibunuh oleh Amangkurat II saat kunjungan raja pada Juni 16801.
Dengan kematian Trunojoyo, pemberontakan pun berakhir.
Namun, Amangkurat II masih harus menghadapi tantangan dari adiknya sendiri, Pangeran Puger, yang telah merebut keraton Plered setelah ditinggalkan oleh Trunojoyo pada tahun 1677.
Pangeran Puger mengklaim dirinya sebagai raja Mataram yang sah dengan gelar Pakubuwana I.
Ia juga mendapat dukungan dari sebagian rakyat dan bangsawan Mataram yang tidak menyukai persekutuan Amangkurat II dengan VOC1.
Perang saudara antara Amangkurat II dan Pakubuwana I berlangsung hingga tahun 1681, ketika akhirnya Pakubuwana I menyerah kepada Amangkurat II setelah mediasi dari VOC.
Sebagai imbalan atas bantuannya, VOC mendapat wilayah-wilayah pesisir seperti Surabaya, Madura, Rembang, Jepara, Cirebon, dan Priangan.
Dengan demikian, VOC berhasil memperluas pengaruhnya di Jawa dan melemahkan kedaulatan Mataram.
Dampak dari pemberontakan Trunojoyo adalah melemahnya kekuasaan Mataram dan meningkatnya dominasi VOC di Jawa.
Pemberontakan ini juga menimbulkan kerusakan besar pada infrastruktur dan ekonomi Jawa Timur.
Selain itu, pemberontakan ini juga menunjukkan semangat perlawanan rakyat Jawa terhadap penjajahan asing dan tirani penguasa lokal.