Find Us On Social Media :

Berawal Dari Peperangan di India Pada Zaman Kuno, Begini Sejarah Hari Raya Nyepi Sampai Masuk ke Indonesia

By Afif Khoirul M, Senin, 20 Maret 2023 | 19:30 WIB

Ilustrasi - Perayaan Nyepi di Bali.

Intisari-online.com - Hari Raya Nyepi di Indonesia akan diperingati pada Rabu 22 Maret 2023.

Ternyata memiliki sejarah yang cukup unik hingga sampai ke Indonesia, ternyata semua beraal dari peristiwa di India.

Nyepi sendiri adalah hari suci umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka.

Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup.

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender śaka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi.

Sejarah mencatat tentang perkembangan Nyepi bermula dari lahirnya tahun saka adalah di India.

Pada saat itu di India banyak terdapat suku-suku bangsa dan mereka saling bermusuhan karena ingin menguasai dan menjajah daerah lain.

Suku-suku bangsa tersebut seperti Saka (Scythia), Pahlawa (Parthia), Yueh-chi, Yawana dan Malawa.

Saat Suku Saka mengalami masa jaya dan digdaya mampu mengalahkan dan menundukan suku-suku bangsa lainnya.

Suku bangsa Saka adalah suku bangsa pengembara yang terkenal dengan ramah dan riang dalam menghadapi tantangan hidup.

Suatu saat suku bangsa Saka terdesak oleh suku-suku lain. Kemudian suku bangsa Saka membuat strategi baru dari perjuangan politik dan militer menjadi kebudayaan.

Baca Juga: Simak Kalender Maret 2022, Besok Libur Hari Raya Nyepi, Cek Juga Hari Peringatan Nasional dan Internasional Lainnya

Salah satu strategi kebudayaan tersebut adalah menciptakan kalender saka sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku bangsa di India.

Kalender saka didasarkan pada perhitungan astronomis yang akurat dan memiliki siklus tahunan yang sama dengan kalender Hindu lainnya.

Kalender saka juga mencerminkan nilai-nilai spiritualitas, kesucian, keseimbangan alam dan manusia.

Kalender saka kemudian menyebar ke berbagai wilayah Asia Selatan dan Tenggara melalui jalur perdagangan maritim.

Salah satu wilayah yang menerima pengaruh kalender saka adalah Nusantara, khususnya pulau Jawa.

Di Jawa, kalender saka digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha seperti Mataram Kuno, Sriwijaya, Singhasari dan Majapahit.

Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara yang berdiri pada abad 13 hingga 15 Masehi.

Kerajaan ini memperluas wilayahnya hingga mencakup hampir seluruh Nusantara melalui ekspansi militer maupun diplomasi.

Kerajaan Majapahit juga dikenal sebagai pusat kebudayaan dan agama Hindu-Buddha di Nusantara pada masa itu.

Salah satu bukti penggunaan kalender saka oleh kerajaan Majapahit adalah prasasti Canggal yang bertarikh 732 śaka atau 810 Masehi.

Prasasti ini memuat informasi tentang pendirian sebuah candi bernama Gunung Wukir oleh raja Sanjaya dari Mataram Kuno sebagai tempat pemujaan Siwa.

Baca Juga: Tanggal Merah Maret 2022, Ada Satu Tanggal Merah Serta Jangan Lewatkan Hari Sindrom Down dan Peringatan Lainnya

Prasasti Canggal juga menyebutkan nama Rakai Pikatan sebagai raja keturunan Sanjaya yang menikahi putri Sri Kahulunnan dari Wangsa Sailendra dari Sriwijaya.

Prasasti Canggal merupakan salah satu prasasti tertua di Jawa yang menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, dua unsur kebudayaan India yang dibawa oleh para pedagang dan pendeta dari India melalui perdagangan.

Salah satu wilayah yang menerima pengaruh kalender saka dan kebudayaan Hindu-Buddha dari India adalah Bali.

Dari kalender Saka ini kemudian munculah perayaan Nyepi yang dianggap sakral oleh umat Hindu.

Di Bali, perayaan Nyepi menjadi salah satu hari suci yang paling penting bagi umat Hindu.

Nyepi di Bali memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan perayaan Nyepi di daerah lain.

Sebelum Nyepi tiba, ada beberapa rangkaian prosesi yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali. Termasuk di antaranya prosesi melasti, tawur agung kesanga, dan malam pengerupukan.

Melasti adalah upacara penyucian diri dan alam dengan mengarak sarana persembahyangan ke pantai atau sumber air suci.

Tawur agung kesanga adalah upacara pengorbanan untuk menyucikan bhuana alit dan bhuana agung dari segala kotoran dan gangguan.

Malam pengerupukan adalah upacara pembakaran ogoh-ogoh atau boneka simbolisasi buta kala sebagai bentuk bhuta yadnya atau pengusiran roh-roh jahat.

Pada hari Nyepi itu sendiri, umat Hindu di Bali melakukan catur brata penyepian atau empat larangan utama, yaitu amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak bersenang-senang).

Baca Juga: Cek Kalender Merah Maret 2022, Ada Satu Tanggal Merah, Jangan Lewatkan Hari Film Nasional 30 Maret dan Peringatan Lainnya

Selain itu, umat Hindu juga melakukan tapa brata penyepian atau empat hal yang harus dilakukan selama Nyepi, yaitu manacika warsa (menenangkan pikiran), wacika warsa (menjaga ucapan), kayika warsa (menjaga perbuatan), dan swadhyaya brata (membaca kitab suci).

Selama Nyepi berlangsung, seluruh aktivitas di Bali berhenti. Tidak ada kendaraan lalu lalang di jalan raya.

Bandara dan pelabuhan ditutup selama 24 jam. Lembaga penyiaran radio dan televisi tidak bersiaran.

Provider jasa seluler dan internet diminta untuk mematikan data seluler/internet.

Masyarakat tidak diperkenankan menyalakan petasan/mercon, pengeras suara, bunyi-bunyian, lampu penerangan, dan sejenisnya yang sifatnya mengganggu kesucian Hari Raya Nyepi dan membahayakan ketertiban umum.

Penegakan aturan Nyepi dilakukan oleh prajuru desa adat, pecalang (penjaga adat), aparat desa/kelurahan, serta aparat keamanan terkait.

Pecalang merupakan kelompok masyarakat adat yang bertugas menjaga ketertiban desa adat saat perayaan hari-hari besar seperti Nyepi.

Pecalang biasanya mengenakan pakaian serba hitam dengan penutup kepala putih sebagai tanda identitas mereka.

Setelah Nyepi selesai pada keesokan harinya pukul 06.00 Wita, umat Hindu di Bali melaksanakan Ngembak Geni atau Ngembak Agni yang artinya menyalakan api kembali.

Pada hari ini juga dilaksanakan Dharma Shanti atau ritual perdamaian antara sesama manusia maupun dengan alam semesta.

Di beberapa daerah seperti Desa Adat Sesetan Denpasar Selatan juga ada tradisi unik bernama Omed-Omedan atau festival cium-cium antara pemuda-pemudi setempat sebagai simbol kesuburan dan kesejahteraan.