Find Us On Social Media :

Diduga Jadi Lokasi Pelecehan Seksual Lebih dari 2 Dekade, SMA Selamat Pagi Indonesia yang Didirikan Julianto Eka Putra Punya 'Spiritual Garden', Cermin dari Seleksi Masuk

By Khaerunisa, Kamis, 7 Juli 2022 | 18:35 WIB

MA Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu, Jawa Timur, Senin (31/5/2021).

Intisari-Online.com - Pengusutan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan motivator kondang sekaligus pendiri Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), Julianto Eka Putra, terhadap puluhan siswa sekolah terkenal tersebut masih terus bergulir.

Kasus yang diprediksi mencapai puluhan korban itu telah bergulir sejak tahun 2021, usai sejumlah mantan siswa bersuara dan melaporkan Julianto ke polisi.

Terbaru, mengutip kompas.tv (6/7/2022), dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, menyoroti tidak kunjung ditahannya terdakwa Julianto.

Untuk diketahui, Julianto ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2021 dan kini berstatus sebagai terdakwa, namun tidak ditahan.

Sementara itu, di depan gedung Pengadilan Negeri Kota Malang, sejumlah warga melalukan aksi demonstrasi.

Mereka menuntut hakim adil, dan menahan terdakwa Julianto Eka Putra untuk memberikan perlindungan maksimal bagi korban.

Meski kasus ini baru bergulir sejak 2021 lalu, namun menurut kesimpulan Komnas Perlindungan Anak, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Julianto Eka Putra sudah terjadi sejak tahun 2009 di angkatan pertama sekolah tersebut.

Julianto diduga melakukan perbuatan tidak terpuji itu bukan hanya kepada siswa yang masih bersekolah. Namun, hal itu juga dilakukan kepada para alumni yang sudah lulus sekolah.

Baca Juga: Sempat Dituntut Hukuman Mati hingga Kebiri Kimia, Pelaku Pelecehan Santriwati Herry Wirawan Akhirnya Menerima Vonis dari Hakim, Begini Nasibnya Kini

Baca Juga: Peristiwa Rengasdengklok Terjadi Karena Adanya Perbedaan Pendapat Mengenai, Berikut Ulasannya

Berdasarkan keterangan para korban, kata Arist dikutip Tribunnews (7/7/2022), kekerasan seksual yang dilakukan oleh Julianto sering kali terjadi atau dilakukan di sekolah.

"Ini dilakukan di lokasi di mana anak itu dididik yang seyogyanya menjadi entrepreneur dan berkarakter, tetapi karena perilaku si pengelola ini mengakibatkan si anak berada dalam situasi yang sangat menyedihkan," ujar Arist.