Find Us On Social Media :

Meski Tinggal di Kota Terlarang Tapi Tak Suka Habiskan Uang untuk Kebaikannya Sendiri, Inilah Permaisuri Xiaoxianchun, Patah Hati Karena Kematian Putra Mahkotanya Hingga Kesehatannya Memburuk

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 9 Juni 2022 | 14:15 WIB

Permaisuri Xiaoxianchun, permaisuri pertama Kaisar Qianlong, patah hati atas kematian Putra Mahkotanya.

Pada tahun yang sama dengan Kematian Putra Mahkota Yonglian, Permaisuri merasa patah hati tetapi karena dia adalah panutan dari istana, dia tetap kuat dan menjalankan tugasnya sebagai Permaisuri Qing Agung dan Klan Fuca.

Meski jauh di dalam lubuk hatinya dia dipenuhi dengan kesedihan karena kematian putranya masih melekat di benaknya selama bertahun-tahun.

Namun, dia berhasil menyembunyikan fakta bahwa dia kesal dari semua orang kecuali satu, ibu mertuanya, Janda Permaisuri Chongqing, yang pernah menyebutkan bahwa mata Permaisuri sering terlihat sedih.

Lady Fuca digambarkan sebagai orang yang dihormati dan berbudi luhur.

Dia menjaga Kaisar Qianlong dan orang-orang di istana, dan menjalankan perannya sebagai Permaisuri dengan baik, dia dipuji dan disukai oleh kaisar.

Melansir Tumblr, dikatakan bahwa Lady Fuca tidak suka menghabiskan uang untuk kebaikannya sendiri, alih-alih memakai perhiasan, dia memakai bunga buatan di rambutnya.

Kaisar Qianlong pernah menceritakan kepadanya sebuah kisah bahwa orang Manchu terlalu miskin untuk membuat kantong mereka sendiri dari kain dan harus puas dengan kulit rusa sederhana sebagai gantinya.

Permaisuri segera membuatkan satu untuk Kaisar, yang tersentuh oleh hadiah itu. Lady Fuca juga membuatkan kantong lain untuknya.

Lady Fuca menjalankan tugasnya dengan serius dalam hal ritual Konfusianisme.

Sebagai kepala kamar wanita di istana, dia mengawasi permaisuri kaisar saat melakukan ritual, salah satunya adalah ritus tentang serikultur yang dipimpin oleh Permaisuri.

Ritual ini, yang telah dipraktikkan sejak Dinasti Zhou, secara bertahap dipulihkan pada masa pemerintahan Kaisar Qianlong,

Untuk tujuan ritual tersebut, sebuah altar serikultur dibangung pada tahun 1742, kemudian pada 1744 sebuah altar baru untuk Serikultur selesai, sebagian besar atas desakan Lady Fuca.