Find Us On Social Media :

Inilah Latar Belakang Lahirnya Gerakan Reformasi Tahun 1998

By Khaerunisa, Minggu, 10 April 2022 | 10:50 WIB

Mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatan Presiden, pada Mei 1998.

Intisari-Online.com - Apa latar belakang lahirnya gerakan reformasi tahun 1998?

Pada tahun 1998 mencuat gerakan reformasi di Indonesia yang dipelopori oleh para mahasiswa.

Gerakan reformasi itu bahkan menjadi menumental, karena mampu meruntuhkan rezim Order Baru kepemimpinan Suharto.

Sampai lengsernya dari jabatan presiden, Soeharto sudah berkuasa selama 32 tahun sejak tahun 1966.

Soeharto sendiri melepas jabatannya pada 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie.

Dengan begitu, reformasi di Indonesia pun sering disebut sebagai era pasca-Soeharto.

Latar Belakang Lahirnya Gerakan Reformasi

Gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi Indonesia yang pada saat itu tengah melemah dan merosot.

Baca Juga: Peran Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika, Apa Saja?

Baca Juga: Arti Penting Serangan Umum 1 Maret 1949, Berpengaruh pada Perjuangan Bangsa Indonesia Ini

Krisis ekonomi melanda Indonesia dan negara di Asia Tenggara pada 1997, yang berdampak pada harga bahan-bahan pokok naik dan keberadaannya langka.

Pekerjaan sulit didapat, pengangguran bertambah, angka putus sekolah dan kemiskinan meningkat drastis, atau terjadinya ketimpangan sosial.

Saat itu, hutang Indonesia menumpuk sementara dollar semakin meningkat.

Terjadi penyelewengan dan perlakuan tidak adil oleh pemerintahan Presiden Soeharto semakin memperparah kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat.

Ketidakadilan terjadi di berbagai bidang, yaitu politik, hukum, dan ekonomi.

Terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di semua bidang, sehingga pemerintah masa Orde Baru dinilai tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Maka, gerakan reformasi lahir sebagai puncak ketidakpuasan dan kekecewaan mahasiswa dan masyarakat terhadap pemerintah atas kondisi tersebut.

Ketidakpuasan masyarakat semakin membesar dan memicu terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai aksi mahasiswa di wilayah Indonesia.

Baca Juga: Jadwal Puasa 2022 Bekasi Hari Ini Tanggal 10 April 2022, Perhatikan!

Baca Juga: Beruntung Banget Bagi yang Sudah Menerima Vaksin Booster, Ternyata Ini yang Terjadi Jika Penerima Booster Terinfeksi Covid-19 Varian Omicron Atau Delta

Kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Akibatnya, pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pun mendapat banyak tekanan politik baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Kepemimpinan Soeharto semakin menjadi sorotan sejak terjadinya Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998, di mana empat mahasiswa tertembak mati dan memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari kemudian.

Tekanan dari para massa terhadap Soeharto pun memuncak ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR yang berakibat proses politik nasional lumpuh.

Sempat berusaha menyelamatkan kursi kepresidenannya dengan melakukan perombakan kabinet dan membentuk Dewan Reformasi, pada akhirnya Soeharto mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka.

Pemberontakan yang dilakukan oleh para mahasiswa itu membuat Presiden Soeharto tidak memiliki pilihan lain selain mengundurkan diri.

Itulah latar belakang lahirnya gerakan reformasi tahun 1998.

Tujuan Gerakan reformasi

Dilansir situs Provinsi DKI Jakarta, awalnya gerakan reformasi menuntut turunnya harga- harga kebutuhan pokok yang membumbung tinggi sejak Juli 1997.

Baca Juga: Sering Ditanyakan, Zakat Fitrah Disebut Juga Dengan Zakat Apa?

Baca Juga: Lagi-lagi Utang Indonesia Jadi Sorotan, karena Nilainya Terus Naik, Ternyata Ini Sosok yang Jor-joran Gelontorkan Utang ke Indonesia

Kemudian menuntut kepada MPR untuk tidak mencalonkan Suharto sebagai presiden untuk periode ke tujuh.

Karena sebagian besar mahasiswa dan masyarakat merasa khawatir. Sehingga tuntutan menjadi lebih luas dan mencakup kritik terhadap pemerintah yang fokusnya adalah reformasi politik dan ekonomi.

Menjelang berakhirnya kekuasaan Suharto, para pejabat banyak melakukan perjanjian simbolik dan beberapa langkah kebijakan ekonomi.

Itu dilakukan dengan tujuan untuk mencoba mengatasi keadaaan dan mempertahankan kekuasaan (buying time).

Baca Juga: 'Tamparannya' Bak Menembus Langsung Topeng Angkuh Amerika, Inilah Jawabn Trump Kala Ditanya Alasannya Mau Akur dengan Putin yang Diklaim Sebagai Pembunuh

Baca Juga: 'Tamparannya' Bak Menembus Langsung Topeng Angkuh Amerika, Inilah Jawabn Trump Kala Ditanya Alasannya Mau Akur dengan Putin yang Diklaim Sebagai Pembunuh

(*)