Dalam hal pengangkatan pemimpin untuk mempersatukan kerajaan, maka Kerajaan Wajo mempunyai cara yang berbeda dengan kerajaan lain di Sulawesi Selatan seperti yang dikemukakan “bahwa para pemimpin kelompok pendiri kerajaan telah mencari pemersatu dikalangan mereka sendiri”.
Dalam mekanisme pemilihan raja, tidak seperti kerajaan lain yang didahului dengan turunnya to manurung.
Di Kerajaan Wajo dalam pemilihan raja dikenal istilah mangngelle pasa’, artinya turun ke lapangan mencari calon pemimpin.
Setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi raja, termasuk orang biasa, asalkan memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin, misalnya;jujur, berani, bertanggungjawab.
Pemilihan ini diawali dengan tudang sipulung yang menghadirkan petta ennengge (enam pimpinan wanua).
Nilai demokrasi yang diberlakukan di Kerajaan Wajo tersebut, sehingga melahirkan istilah maradeka to Wajoe, ade’nami napapoang (merdekalah orang Wajo, adatlah yang dipertuan).
Baca Juga: Alasan Aswawarman Disebut sebagai Wangsakarta dari Kerajaan Kutai
La Taddampare diangkat sebagai Arung Matowa sebagaimana kehendakrakyat:
"Engkau tidak sudi, janganlah engkau tidak mau, engkaulah yang dikehendaki oleh Tuhan yang Maha Esa membawa ke muka orangWajo."
"Hindarkanlah mereka yang tidak baik, timbulkanlah mereka dalam kebaikan, engkau mengusahakan agar engkau bersama rakyatsampai kepada yang baik."
La Taddampare akhirnya bersedia menjadi Arung Matowa IV dengan menyepakati traktak bersama masyarakat Wajo.