Sejarawan seni, Jos van Beurden mengatakan hilangnya keris selama beberapa dekade disebabkan oleh kurangnya pengaturan dan keengganan untuk mengembalikan harta karun kepada Indonesia.
Keris Kyai Nogo Siluman merupakan keris yang dibawa kemana-mana oleh Pangeran Diponegoro, termasuk saat berperang.
Selain keris Kyai Nogo Siluman, Pangeran Diponegoro juga sering membawa beberapa keris lainnya.
Seperti yang diceritakan alam buku Takdir Sejarawan Pangeran Diponegoro 1785-1855, oleh sejarawan Peter B Carey.
Keris lain yang sering dibawanya misalnya keris Kyai Abijoyo yang merupakan hadiah dari ayahnya dan kyai Ageng Bondoyudo.
Keris memang merupakan senjata perang pada masanya, namun bukan berarti alat khusus untuk membunuh.
Dikutip dari Majalah Adiluhung Pelestarian Budaya Nusantara Edisi 17, dalam peperangan, keris digunakan sebagai kendel atau tulangan.
Itu pula yang dilakukan Pangeran Diponegoro, yaitu membawa keris pusaka untuk menambah kepercayaan dirinya saat berperang.
Dipercaya atau tidak, nyatanya Belanda sering kewalahan selama perang menghadapi Pangeran Diponegoro.
Meski akhirnya menyerahkan diri, pertempuran Pangeran Diponegoro melawan Belanda berlangsung sengit.