Intisari-Online.com -Korea Utara terus mengambangkan senjata nuklirnya.
Dewan Keamanan PBB sudah melarang Korea Utara menggelar uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik.
Bahkan PBB juga memberi sanksi terhadap Korea Utara terkait larangan uji coba senjata nuklir itu.
Meski dilarang, Korea Utara masih terus mengembangkan infrastruktur nuklir dan rudal balistiknya.
Bahkan, Korea Utara tak segan mencuri untuk membiayai program nuklirnya tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuding bahwa Korea Utara mencuri uang kripto untuk membiayai program senjata nuklir.
Menurut laporan PBB dilansir dari BBC Indonesia, tim saiber Korea Utara mencuri mata uang kripto senilai miliaran dolar rupiah untuk membiaya program senjata rudal nuklir.
Berdasarkan laporan tersebut, pasukan saiber Korea Utara dari tahun 2020 hingga pertengahan 2021 mampu mencuri aset digital tersebut dari dari 50 juta dolar AS atau setara Rp720 miliar, dilansir Kompas.com (8/2/2022).
Temuan tersebut kemudian dilaporkan ke komite sanksi PBB pada Jumat lalu.
Modus yang dilakukan Korea Utara untuk mencuri uang kripto itu dengan mengerahkan tim saiber dengan teknologi canggih demi membiaya program senjata pemusnah massal.
Baru-baru ini, Korea Utara "menyombongkan diri" terkait kepemilikan rudal yang menurut mereka dapat "menghantam AS."
"Di dunia saat ini di mana banyak negara membuang waktu berurusan dengan AS dengan kepatuhan buta, hanya ada negara kita di planet ini yang dapat mengguncang dunia dengan menembakkan rudal ke daratan AS dalam jangkauannya," kata Kementerian Luar Negeri Korea Utara, dilansir Reuters.
"Ada lebih dari 200 negara di dunia, tetapi hanya sedikit yang memiliki bom hidrogen, rudal balistik antarbenua, dan rudal hipersonik," tambah kementerian itu.
Sebelumnya, ketegangan meningkat antara AS dan Korea Utara sejak negara yang dipimpin Kim Jong Un itu menguji rekor jumlah rudal pada Januari lalu.
Pernyataan dari Korea Utara muncul setelah PBB baru-baru ini menemukan bahwa negara itu telah meningkatkan kemampuan misilnya dan menghasilkan jutaan dollar dari serangan siber.
Korut mengatakan rudal itu adalah "pencegah perang" dan mewakili "pencapaian luar biasa" untuk negara yang sedang berjuang dengan banyak masalah domestik seperti kekurangan pangan.
Menanggapi hal ini, Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada The Hill, menyebut bahwa tujuan AS adalah denuklirisasi Semenanjung Korea.
"Amerika Serikat tidak memiliki niat bermusuhan terhadap Republik Demokratik Rakyat Korea," kata juru bicara kementrian.
“DPRK merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional dan rezim nonproliferasi global. AS memiliki kepentingan vital dalam menghalangi DPRK."
"AS harus mempertahankan diri dari provokasi atau penggunaan kekuatannya, membatasi jangkauan program senjatanya yang paling berbahaya, dan yang terpenting menjaga keamanan rakyat Amerika, pasukan kita yang dikerahkan, dan sekutu kita,” tambahnya.