Intisari - Online.com -Korea Utara bulan lalu menembakkan sebuah rudal balistik yang mampu menyerang teritori AS di Guam.
Pengujian ini merupakan pengujian terbaru yang mendemonstrasikan kemajuan tanpa henti program rahasia senjata nuklir Korea Utara.
Namun pakar menyebut Kim Jong Un mungkin hanya caper semata.
Melansir Financial Times, dari semua sistem rudal yang diuji dalam beberapa minggu ini, perkembangan generasi baru senjata dengan manuver hebat untuk melawan sistem pertahanan rudal adalah yang paling memicu perdebatan para pakar pertahanan.
"Kim Jong Un tidak ingin sekedar lebih banyak rudal, ia ingin rudal-rudal yang jauh lebih bagus," ujar Ankit Panda, pakar senjata nuklir di Carnegie Endowment for International Peace.
"Perlombaan senjata kualitatif telah dimulai dalam cara yang sangat besar."
Tidak seperti rudal balistik, yang mengikuti jalur parabola yang bisa ditebak dipengaruhi hanya oleh gravitasi dan atmosfer, jalur rudal yang bisa bermanuver bisa diubah dalam pertengahan penerbangan melalui manipulasi sirip dan sayap-sayap kecil, dan dalam beberapa kasus, sistem propulsi seperti mesin-mesin pernapasan udara.
Pada 5 Januari, Akademi Ilmu Pengetahuan Pertahanan Nasional Korea Utara meninjau peluncuran roket yang cocok dengan sebuah "kendaraan masuk kembali manuver" berbentuk kerucut.
Menurut media pemerintah Korea Utara, kendaraan tersebut membuat "pergerakan lateral 120 km dalam jalur penerbangan" sebelum mencapai target di perairan 700 km dari lokasi peluncuran di utara provinsi Chagang.
Enam hari kemudian, Kim menghadiri pengujian roket yang cocok dengan sebuah "hulu ledak meluncur hipersonik" yang membuat sebuah "peluncuran kembali" dan manuver 240 km sebelum menyerang targetnya.
Senjata itu sering digambarkan sebagai "hipersonik", sebuah istilah yang dipakai untuk menggambarkan proyektil apapun yang berpindah lima kali lipat kecepatan suara atau lebih cepat lagi.
Namun pakar menekankan jika kemampuan manuver senjatalah yang membedakan dari tipe rudal lain, bukan kecepatannya.
"Ada tiga motivasi mengembangkan rudal yang dapat bermanuver," ujar Steven Dunham, pakar sistem peluncuran di The Aerospace Corporation, pusat penelitian dan pengembangan yang dibiayai pemerintah federal AS di Los Angeles.
"Pertama, Anda harus menyerang target yang Anda ingin hancurkan dengan akurasi yang diperlukan. Kedua, untuk melakukannya, Anda perlu menghindari rudal pertahanan yang mengelilingi target. Dan ketiga, Anda harus memiliki jangkauan agar bisa mencapai target tersebut," ujarnya.
Rudal-rudal yang mampu mengubah trayek mereka bisa lebih tepat sasaran dan lebih sulit untuk dihancurkan serta dilawan.
Kendaraan pengirim yang meluncur di ketinggian rendah juga lebih mungkin menghindari perhatian sistem radar, seperti sistem Terminal High Altitude Area Defense milik Korea Selatan.
Sistem ini dirancang untuk mendeteksi rudal balistik yang berpindah di ketinggian yang jauh lebih tinggi.
Amerika Serikat, China, Rusia, Iran dan Korea Selatan adalah sekian dari yang mengembangkan rudal yang bisa bermanuver, dalam beberapa kasus sudah dikembangkan selama puluhan tahun.
Tahun lalu, Financial Times membeberkan jika China sudah menguji kendaraan peluncur hipersonik yang mampu mengorbit planet bumi sebelum memasuki atmosfer bumi.
"Ada kesalahan pandangan jika senjata bisa bermanuvr adalah ancaman baru," ujar Sam Wilson, pakar kebijakan senior di The Aerospace Corporation.
"Faktanya, sebagian besar rudal yang dikembangkan di seluruh dunia bisa bermanuver di beberapa tingkat."
Namun pakar khawatir jika senjata yang bisa dimanuver milik Korea Utara, tambahan dengan progres yang sudah dikembangkan yaitu "rudal bertenaga padat" dapat dikirimkan dengan peringatan lebih sedikit akan meningkatkan risiko kekacauan di semenanjung Korea.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini