Kisah Rani Lakshmi Bai, ‘Joan of Arc’ India, Ratu yang Pergi Berperang dengan Bayi Diikat di Punggungnya dan Pedang di Masing-masing Tangannya Lawan Kolonial Inggris

K. Tatik Wardayati

Penulis

Rani Lakshmibai yang berperang dengan mengikat anaknya di punggungnya dan memegang dua pedang.

Intisari-Online.com – Bertempat di Varanasi tahun 1828, Moropant Tambe dan Bhagirathi Sapre dikaruniai seorang putri.

Yang tidak mereka ketahui saat itu adalah putri yang dilahirkan itu ditakdirkan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu wanita paling berani yang pernah dikenal India.

Mereka menamai anak itu ‘Manikarna’ dan memanggilnya Manu dengan kasih sayang.

Namun, nama itu kemudian hilang di halaman sejarah dan putri mereka akan dikenang sebagai ‘Jhansi wali rani’ yang pergi berperang dengan bayinya diikat di punggungnya dan dua pedang di kedua tangannya.

Manikarna kehilangan ibunya ketika dia berusia empat tahun dan dibesarkan oleh ayahnya yang bekerja di istana Peshwa dari Bithoor.

Peshwa sangat menyayanginya dan membesarkan Manikarna seperti putrinya sendiri.

Dia memiliki pendidikan yang agak tidak konvensional untuk seorang gadis.

Ketika kebanyakan anak perempuan dilatih untuk menangani tanggung jawab rumah tangga dan menjadi istri yang baik, Manikarna belajar menunggang kuda, bermain anggar, dan menembak dengan teman masa kecilnya, Nana Sahib dan Tatya Tope.

Baca Juga: Bak ‘Wonder Woman’ Pahlawan Wanita dalam Film ‘Super Heroes’, Apakah Pejuang Wanita Suku Amazon yang Garang, Kuat, dan Berani itu Benar-benar Ada atau Hanya Mitos?

Baca Juga: Kisah Khanina, Pahlawan Wanita Aljazair, Ratu Berber Legendaris yang Tolak Invasi Muslim Arab Karena Mengira Sama dengan Penjajah Lainnya, Ini Kemudian yang Terjadi pada Kerajaannya

Manikarna juga diberikan pendidikan bersama kedua temannya, sesuatu yang langka bagi wanita saat itu.

Pada tahun 1842, Manikarna menikah dengan Maharaja Jhansi dan setelah pernikahannya, dia dikenal sebagai Rani Lakshmibai.

Tahun 1851, Lakshmibai menjadi seorang ibu setelah kelahiran putranya, sayangnya hanya bertahan empat bulan.

Pasangan kerajaan itu akhirnya mengadopsi putra sepupu Maharaja dan menamainya Damodar Rao.

Adopsi itu terjadi di depan seorang pejabat Inggris.

Namun, pernikahan Lakshmibai berumur pendek karena Maharaja meninggal akibat penyakitnya pada tahun 1853, dan inilah momen yang mengubah hidupnya selamanya.

Gubernur Jenderal Lord Dalhousie saat itu, mengambil keuntungan dari kematian Maharaja, yang kemudian menerapkan Doctrine of Lapse.

Menurut doktrin ini, anak angkat seorang raja tidak berhak atas takhta.

Baca Juga: Sebelum Mulan, Temui Lady Fu Hao, Ratu Prajurit Wanita Terkenal dari Tiongkok Kuno, Salah Satu dari Istri Raja yang Miliki Pasukan Hingga 13.000 Tentara, Harus Diramal Dahulu Sebelum Pergi Perang

Baca Juga: Sosoknya Bak Laki-laki Perkasa, Inilah Rudrama Devi, Ratu Prajurit dari Dinasti Kakatiya, Penguasa Wanita Pertama India Selatan, Pertahankan Kerajaannya dari Musuhnya Hingga 15 Hari Berperang

Anak angkat Maharaja dapat mewarisi harta pribadinya, namun dia tidak akan diperlakukan sebagai ahli waris karena mereka tidak memiliki hubungan darah.

Entah faktanya atau hanya legenda, tidak ada yang tahu, namun disebutkan bahwa Rani Lakshmibai berteriak ketika dia diberitahu itu dengan mengatakan, ‘Saya tidak akan memberikan Jhansi saya.’

Jika kekejaman merenggut Jhansinya dan hak putranya atas takhta tidak cukup, maka Inggris pergi ke depan dan mengambil semua perhiasan negara dan menawarkan kepada rani untuk pensiun yang sangat kecil sebesar Rs60.000.

Dia diminta untuk meninggalkan benteng kerajaan, dan pindah ke benteng lain yang sekarang disebut Rani Mahal.

Dan kemudian datanglah tahun 1857.

India sedang membuka lembaran baru dalam sejarahnya dan bersiap melawan apa yang disebut banyak orang sebagai perang pertama untuk kebebasannya.

Terjadilah Pemberontakan Sepoy tahun 1857, yang dilatarbelakangi banyak hal, mulai dari kebijakan yang menindas petani hingga praktik-praktik baru yang menghancurkan bisnis tradisional, orang India merasa tertindas di bawah rezim Inggris.

Ditambah lagi pengenalan peluru ke tentara yang diduga diolesi dengan lemak hewani, dari daging sapi maupun babi.

Baca Juga: Pantas Saja Jadi Nama Detasemen Militer Wanita di Republik Armenia, Ratu Prajurit Armenia Ini Terkenal Karena Kecantikan dan Kesopanannya

Baca Juga: Kisah Kehidupan Boudicca; Ratu Prajurit dari Iceni, yang Balas Dendam Karena Dilucuti Pakaiannya, Dicambuk di Muka Umum dan Kedua Putrinya Dirudapaksa Tentara Romawi

Ini dianggap sebagai upaya Inggris untuk mencemarkan agama mereka dan saat itulah mereka semua bergandengan tangan.

Awalnya, Rani Lakshmibai, tidak mau melawan Inggris, namun ketika pada tahun 1858 Sir Hugh Rose menuntut penyerahan Jhansi sepenuhnya, dia memutuskan untuk berperang dengan semua yang dia miliki.

Dia memberontak melawan Inggris dan mempersiapkan pasukannya sendiri, melansir indiatimes.

Dia memberi Inggris pertarungan yang sulit, dengan membawa bayinya di punggungnya ke medan perang.

Orang hanya bisa membayangkan Lakshmibai yang ‘ganas’ di punggung kudanya, menyerang siapa pun yang datang dengan dua pedangnya, satu di masing-masing tangan, dan anaknya yang masih kecil diikat di punggungnya.

Penggambarannya saja bisa membuat orang merinding.

Selama pertempuran, Lakshmibai pertam akali melarikan diri ke Kalpi dan kemudian ke Gwalior.

Pada akhirnya Lakshmibai mati syahid dan pasukannya membawa tubuhnya pergi untuk menjaga keinginan terakhirnya agar tubuhnya tidak ditangkap oleh pasukan Inggris.

Dia kemudian dikremasi sesuai keinginannya, dan sekarang, makamnya ada di Phool Bagh di Gwalior.

Baca Juga: Inilah 10 Ratu Prajurit dari Afrika, Yunani Kuno, Asia Tengah, dan Seterusnya, Bahkan Ada yang Miliki Pasukan Hingga 13.000 Tentara Melebihi Jenderal Laki-laki

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait