Berjarak 10.000 KM Jauhnya, Nyatanya Indonesia Malah Masuk Daftar Negara yang Bakal Merana Jika Sampai Ukraina Diserbu Rusia, Australia Justru akan Ketiban Pulung Ini

Khaerunisa

Penulis

Jika Rusia benar-benar menyerbu Ukraina, rupanya berdampak merugikan pula pada sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia

Intisari-Online.com - Ukraina kini berada di bawah ancaman invasi Rusia, di mana negara-negara Barat mewaspadai kemungkinan tersebut.

Bahkan, Amerika Serikat (AS) telah memerintahkan keluarga diplomatnya di ibu kota Ukraina, Kiev, untuk meninggalkan negara itu.

AS juga mendesak warganya yang berada di Ukraina agar mempertimbangkan untuk segera pergi dari negara tersebut.

Hal itu terjadi lantaran Moskwa menolak menarik sekitar 100.000 tentara yang dikerahkan di dekat perbatasan.

Situasi di perbatasan Ukraina-Rusia saat ini memanas, memicu kekhawatiran bahwa konflik Timur-Barat paling serius sejak Perang Dingin akan segera pecah.

Tetapi rupanya bukan hanya itu, dengan militer Rusia di perbatasan Ukraina, juga mengancam panen di "keranjang roti Eropa" ini.

Ukraina adalah salah satu negara pertanian paling subur di dunia dan tahun lalu mengekspor 84 juta ton biji-bijian.

Oleh karena itu, jika Rusia benar-benar menyerbu Ukraina, maka akan berdampak pada sejumlah negara yang bahkan jauh jaraknya dari negara ini, salah satunya Indonesia.

Baca Juga: Diam-diam Dorong Pembantaian Etnis Muslim di Negara Lain, Ukraina Kini Ketar-ketir Terima Kenyataan Negara yang Cegah Kekejian Tersebut Bersiap Melumatnya

Baca Juga: Bak Kepemimpinan Presiden Soekarno, Inilah 5 Weton yang Miliki Wibawa dan Kharisma Menurut Primbon Jawa, Apakah Weton Anda Salah Satunya?

Jika Indonesia termasuk negara yang bakal merana, berbeda dengan Australia yang justru akan ketiban "Pulung" alias untung.

Melansir abc.net.au (24/01/2022), Ukraina diperkirakan akan memasok 12 persen gandum dunia dan 16 persen jagungnya tahun ini.

Tetapi, panen masih beberapa bulan lagi, dan sebagian besar lahan pertanian hitam subur Ukraina terletak di jalur konflik.

"Ada spekulasi bahwa Rusia tertarik pada wilayah timur Sungai Dnieper yang [diperkirakan akan memanen] lebih dari 12 juta ton gandum -sekitar 47 persen dari produksi Ukraina," kata analis pertanian senior Mecardo, Adrian Ladaniwskyj.

"Pendudukan militer di pelabuhan Laut Hitam dapat menyebabkan sejumlah besar biji-bijian diblokir dari pasar internasional, termasuk Rusia dan Kazakhstan."

Sementara itu, sebagian besar hasil panen Ukraina dikirim ke Asia Tenggara, terutama Indonesia, Malaysia dan Bangladesh.

Sehingga jika panen Ukraina terancam, maka negara-negara tersebut dapat kehilangan sumber pasokannya.

Dalam hal ini, Australia disebut berada pada posisi yang baik untuk mengisi kekosongan tersebut.

Baca Juga: Bisa-bisa Ditertawakan China, Siapa Sangka Pesawat Tercanggih di Dunia F-35 Milik AS Ini Malah Alami Kecelakaan Fatal, Padahal sedang Patroli di Wilah Sengketa China Ini

Baca Juga: Inilah Teknik Akupresur dalam Pijatan Untuk Sakit Kepala Vertigo

"Itu adalah wilayah di mana orang bangun di pagi hari khawatir dari mana makanan mereka akan datang," kata petani Victoria dan ketua badan industri Grain Growers Limited Brett Hosking.

Dia percaya bahwa setelah rekor panen nasional, Australia berada pada posisi yang baik untuk mengirimkan biji-bijian ke negara-negara Asia Tenggara.

Invasi Rusia yang dilihat dapat mengancam panen Ukraina berkaca pada tahun 2014 silam.

Pada tahun tersebut, Rusia menginvasi dan mencaplok semenanjung Krimea dari Ukraina.

Konflik pun menempatkan panen tahun itu dalam bahaya dan harga gandum global melonjak 20 persen.

Panen gandum Ukraina berlangsung di musim panas antara Juni dan Juli dan panen jagung di musim gugur antara Oktober dan September.

"Jika sesuatu akan terjadi, itu akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan," kata Ladaniwskyj.

Maka, konflik di Eropa Timur kemungkinan dapat berarti 'rejeki nomplok' yang signifikan bagi petani Australia.

Baca Juga: Mampu Mengubah Peradaban Majapahit dari Kerajaan Hindu Menjadi Islam Terkuak, Ternyata Inilah Sosok Putri Cempa Wanita yang Konon Mengislamkan Raja Majapahit

Baca Juga: Nama Kerajaannya Hampir Tidak Pernah Terdengar dalam Sejarah, Tak Disangka Inilah Kerajaan Tertua di Nusantara yang Jadi Cikal Bakal Salah Satu Suku Terbesar di Indonesia

"Australia sedang duduk di atas biji-bijian dalam jumlah yang sangat besar saat ini," kata Hosking.

Hal itu memperluas kemampuan Australia untuk mengekspornya.

"Jika konflik terjadi, Anda secara efektif menempatkan eksportir gandum terbesar di dunia berperang satu sama lain dan, tanpa ragu, sebagian dari [harga premium] akan mengalir kembali ke petani Australia."

Dia mengungkapkan bahwa itu adalah sifat dari pertanian global, bahwa kemalangan satu negara akan menguntungkan orang lain.

"Periode kekeringan di Australia, ada banyak negara lain yang mengambil keuntungan dari premi yang tidak dapat diisi Australia," kata Hosking.

“Tapi kami merasakan kepedihan sesama petani," katanya.

Terlepas dari implikasi positif bagi harga biji-bijian jika konflik meningkat, Hosking mengatakan ketidakstabilan yang dapat mengikuti mungkin juga dengan mudah menjadi bumerang.

"Pasar berkembang dengan kepastian. Mereka tidak suka ketika segala sesuatunya tidak pasti, dan dalam jangka panjang hasil terbaik adalah hasil yang damai," katanya.

Baca Juga: Weton Hari Ini 25 Januari 2022 Menurut Kalender Jawa, Jangan Macam-macam dengan Orang Selasa Legi Jika Tak Mau Alami Hal Ini!

Baca Juga: Bak Kena Efek Domino Skenario Perang Dunia 3, Kini Inggris Jadi Incaran Rusia karena Bikin Geram Negara Pimpinan Vladimir Putin dengan Kirim Senjata Mematikan Ini ke Ukraina

(*)

Artikel Terkait