Advertorial
Intisari-Online.com - Majapahit dikenal sebagai kerajaan bercorak Hindu-Buddha terbesar di Nusantara.
Tetapi, Prabu Brawijaya V yang memerintah Kerajaan Majapahit antara tahun 1468 -1478 M konon masuk Islam setelah menikahi seorang Putri Cempa.
Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur ini sendiri berdiri sekitar tahun 1293 hingga sekitar 1500 masehi.
Kerajaan Majapahit runtuh akibat pergolakan dalam negeri karena perebutan kekuasaan, setelah semakin melemah sepeninggal raja terbesarnya, Raja Hayam Wuruk.
Kisah tentang Prabu Brawijaya V dan Putri Cempa konon dimulai ketika Sang Prabu bermimpi memiliki istri dari Negeri Champa.
Paginya, ia pun mengutus Patih Gajah Mada untuk mengirimkan surat lamaran kepada raja di Kerjaan Champa.
Sang raja menerima lamaran itu, dan salah seorang putri pun dibawa ke Jawa bersama rombongannya.
Rombongan sampai di Majapahit, dan putri bertemu dengan Prabu Brawijaya, kemudian mereka pun menikah.
Baca Juga: Berikut Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Demak pada Akhir Abad ke-15
Dalam buku “Brawijaya Moksa Detik-Detik Akhir Perjalanan Hidup Prabu Majapahit” tulisan Wawan Susetya, mengenai pernikahan itu diceritakan Prabu Brawijaya telah dinasehati oleh Sabda Palon dan Naya Genggong.
Hal itu karena Putri Cempa yang diyakini bernama Dewi Dwarawati memiliki keyakinan yang berbeda dengan prabu Brawijaya, yaitu Sang Putri beragama Islam.
Saat itu, kedua penasihatnya mengatakan, "Gusti Prabu, kalau mengenai soal keyakinan yang berbeda, hal itu tidak masalah yang penting bagaimana caranya agar Gusti Prabu tidak terpengaruh oleh ajaran agama Islam dari permaisuri Paduka!"
Namun Prabu Brawijaya V tidak terpengaruh sedikitpun atas argumen kedua penasihatnya itu.
Mengenai Putri Cempa, kebenaran tentang sosoknya masih dianggap simpang siur. Pasalnya, makamnya ditemukan di tempat yang berbeda.
Terdapat makam Putri Cempa di kawasan situs Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.
Lokasinya tak jauh dari Kolam Segaran, dan masih banyak masyarakat yang datang berziarah ke makam tersebut.
Selain di Trowulan, makan Putri Cempa juga ditemukan di Gresik, tepatnya di Gunungsari, Sidomoro, Kebomas. Tidak jauh dari kompleks makam wali Sunan Giri.
Beberapa ahli bahkan menyebut makan di Trowulan lebih mirip sebagai batu peringatan daripada nisan atau makam.
Namun, beberapa beranggapan bahwa nama Putri Cempa hanyalah julukan karena mereka berasal dari Kerajaan Champa.
Mereka sebenarnya memiliki nama sendiri, Putri Cempa di Majapahit dan di Gresik konon adalah orang yang berbeda, yang merupakan kakak beradik.
Putri Cempa yang dinikahi Prabu Brawijaya bernama Dwarawati, yang nantinya berputra Raden Patah yang akan menjadi pendiri kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, Kerajaan Demak.
Saat dinikahi oleh Prabu Brawijaya, Dwarawati sudah beragama Islam, itulah kenapa anaknya yaitu Raden Patah juga beragama Islam.
Sementara Putri Cempa di Gresik yang bernama Chandrawulan memiliki anak yang nantinya menjadi wali di tanah Jawa, Sunan Ampel.
Disebut-sebut, Champa berhasil diislamkan oleh Maulanan Malik Ibrahim (Sunan Gresik), dan sebagai imbalan, maka Raja Champa menikahkan putrinya Chandrawulan dengannya.
Oleh karena itu islamisasi Majapahit dan Jawa tidak lepas dari peran para putri Cempa.
(*)