Intisari-Online.com -Uang gobogpernah menjadi standar alat tukar di era Kerajaan Majapahit di Jawa.
Dikutip Kompas.com dari data Koleksi Museum Bank Indonesia, Senin (22/6/2020), uang gobog Majapahit banyak dibuat dari logam tembaga.
Kemungkinan, tembaga banyak didatangkan dari China sepanjang abad ke-11 M hingga abad ke-14 M.
Lantaran teknologi pencetakan uang logam belum secanggih sekarang, ukuran uang gobog relatif berbeda-beda.
Tebal uang gobog sekitar 2-6 mm, diameter 29-86 mm, dan berat antara 16-213 gram.
Di gambar bagian depan, terdapat relief berupa gambar wayang, alat-alat persenjataan berbentuk cakra, dan pohon beringin.
Sementara di bagian belakang, uang standar Majapahit ini memiliki gambar belakang berupa relief pohon, peralatan berbentuk senjata dan berbentuk sesaji.
Selain itu, gobog yang juga disebut sebagai uang picis ini bisa bergambar motif lain seperti ular, burung, ayam, perahu, dan bendera.
Bentuk uang gobog bulat tak rata dengan lubang berbentuk segi empat.
Jika dilihat dari fisiknya, uang keluaran Majapahit ini mengadopsi keping uang dari China.
Di era Majapahit, selain sebagai alat tukar, uang gobog ini banyak dipakai untuk pembayaran pajak.
"Majapahit sebagai imperium yang berkuasa saat itu, mengeluarkan mata uang yang dinamai gobog. Mata uang yang pada akhirnya muncul menggantikan mata uang kepeng adalah mata uang yang bernama gobog," tulis Hutomo Putera, seperti melansir nationalgeographic.grid.id.
Kepeng sendiri merupakan mata uang berbentuk logam yang dibawa oleh para pedagang China, tersebar luas hampir ke seluruh pelosok Nusantara yang menjadi alat tukar resmi untuk perdagangan di Nusantara kala itu.
Hutomo Putera dalam skripsinya, menjelaskan tentang gobog yang populer di Nusantara sebagai mata uang Majapahit.
Skripsinya berjudul Pola Keletakan Ragam Hias Pada Mata Uang Koin Masa Klasik: Koleksi Museum Nasional, tahun 2011.
"Kesamaan tersebut diperkirakan karena masyarakat Majapahit pada saat itu, memiliki hubungan dan interaksi yang sangat erat dengan pedagang-pedagang China yang masuk atau datang ke Nusantara," tambahnya.
Saat melakukan kontak dagang dengan masyarakat setempat, orang-orang China tersebut menggunakan mata uang lokal yang dibawa dari Negaranya dan juga berasal dari berbagai Dinasti, yang mereka sebut dengan kepeng.
Tingginya permintaan uang kepeng di Jawa, memicu penyelundupan dari Tiongkok.
Dilakukan juga pembuatan tiruannya dari logam campuran (perak, timah, timbal, dan tembaga).
Di Jawa, uang tiruan ini disebut gobog dengan lubang persegi di tengah-tengah dan garis tengah yang lebih besar.
"Dari segi bentuk dan ukuran, mata uang gobog ini tidak lagi berbentuk potongan-potongan logam, melainkan sudah memiliki bentuk sempurna dan juga memiliki ukuran yang cukup besar, sehingga tidak mudah jatuh atau hilang," imbuh Hutomo.
"Hiasan gambar manusia yang terdapat pada tubuh koinnya memiliki bentuk menyerupai wayang kulit," lanjutnya. Itu dibuat sebagai identitas khas yang melekat dengan budaya Majapahit, wayang sebagai simbol kebudayaannya.
Bentuk wayang yang terdapat pada koin, menggambarkan kehidupan masyarakat Majapahit pada masa itu seperti penggembala sapi, nelayan, peternak, pertapa, pemburu banteng, penenun, bangsawan dan para pengiringnya, dan lain-lain.
Nusantara dan beberapa wilayah di Asia Tenggara yang pada abad ke-13 telah menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit, memberlakukan gobog sebagai mata uang resmi dalam proses perdagangannya.
Selain Majapahit, beberapa kerajaan di Nusantara juga menerbitkan koin uang logam sebagai alat transaksi resmi di wilayahnya.
Salah satunya Kerajaan Banten yang membuat gobog Banten berbentuk bulat pipih dan berlubang segi enam.
Pada uang yang berukuran besar dan sedang terdapat tulisan jawa "Pangeran Ratoe".
Sementara pada uang yang berukuran besar dan sedang terdapat tulisan "Pangeran Ratoe Ing Banten".
Di Jambi, uang koin logam diproduksi dari timah yang bertuliskan huruf Arab.
Pada koin yang banyak ditemukan di Sumatera ini, pada umumnya terdapat tulisan Arab yang berbunyi "Cholafat al Mukmin" dan waktu pembuatannya dalam tahun hijriah.