Sesuai titah ayahnya, I Dewa Gede Den Bencingah juga menata dan membangun Hutan Jarak Bang bersama masyarakat di sekitarnya.
Istana yang diberi nama Puri Rum dibangun sebagai pusat dari pemerintahannya, dan wilayah tersebut hingga kini dikenal sebagai daerah Bangli.
Sayangnya, masuknya kolonial Belanda membuat perubahan besar terhadap keberadaan raja-raja di Bali.
Kerajaan-kerajaan di Bali pun dikendalikan oleh Belanda, meski belum sepenuhnya.
Contohnya saja, Raja Bali I Dewa Gede Tangkeban memohon kepada Jenderal Michiels agar diberikan kekuasaan atas Buleleng, Karangasem, Mengwi, dan Gianyar.
Raja Gede Tangkeban mendapat izin lalu diberi wilayah Buleleng oleh Belanda, namun diambil kembali oleh Belanda.
Hal tersebut terjadi agar Bangli fokus pada keamanan wilayahnya dari ancaman Gianyar dan Karangasem, mengutip dari buku Bangli Tempo Doeloe, karya I Nyoman Singgin Wikarman.
Kemudian perang pecah Puputan Badung tahun 1906 dan Puputan Klungkung tahun 1908, Belanda pun mulai menguasai Bali secara penuh.
Keberadaan Kerajaan Bangli adalah dari sisa peninggalan berupa Banjar Puri Agung, yang terdapat Bale Gajah, tempat pertemuan khusus pada masa Kerajaan Bangli.
Juga terdapat Semanggen, yang berfungsi sebagai persemayaman jasad keluarga kerajaan yang meninggal.