Penulis
Intisari-Online.com - NamaGhozali mendadak menjadi perbincangan hangat di Indonesia.
Ini karena pemuda bernamaGhozali itu sukses meraup uang miliaran rupiah.
Uang itu berhasilGhozali dapatkan berkatpenjualan ratusan foto selfie-nya sebagai produkNon-Fungible Token atau NFT.
Apa ituNon-Fungible Tokenatau NFT?
Dilansir dari kompas.com pada Selasa (18/1/2022),NFT merupakan sebuah token kriptografi yang mewakili suatu barang yang dianggap unik.
Seorang pemilikNFT biasanya memiliki barang antik atau karya seni. Lalu dia bisa menjualnya.
Nah, untuk kasus Ghozali,'barang antik'yang dia jual adalah kumpulan foto selfie-nya sendiri.
Dan foto selfie dirinya berhasil dijual di OpenSea hingga ada yang seharga0,3 ETH atau Rp14,3 juta.
Bahkan adakoleksi foto selfie-nya yang lakusebesar 66.346 ETH atau Rp3,1 triliun.
Fenomena ini lantas membuatNFT semakin popular dikalangan masyarakat Indonesia.
Tidak heran banyak orang yang mencoba keberuntungannya seperti apa yang terjadi padaSultan Gustaf Al Ghozai, nama lengkapGhozali.
Akan tetapi rupanyatidak sedikit juga orang yangmasih tidak mengerti arti pasar digital sebenarnya.
Buktinya bukannya menjadi kaya raya sepertiGhozali, mereka malah bisa masuk penjara.
Itu semua karena ada beberapa orang yangmenjual foto diri dengan KTP.
Padahal foto KTP merupakan data pribadi yang tidak bisa sembarangan diunggah di media sosial.
Kejadian ini pun mendapat respon dariDirektur Jenderal Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh.
Kepada kompas.com, Zudan mengingatkan setiap warga Indonesia tentang betapa pentingnya data pribadi.
Dan betapa pentingnya melindungi data itu agar tidak digunakan oleh orang lain dengan maksud yang jahat.
"Karena data kependudukan dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online seperti pinjaman online," ujar Zudan dalam keterangannya, Senin (17/1/2022).
Karena data pribadi sangat penting, maka pihak-pihak yang berani mendistribusikan dokumen kependudukan di media online tanpa hak, bisa terkena tindakan pidana.
Di mana mereka bisa terancam pidana penjarapaling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Semua itu tertuang dalamPasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Terakhir, Zudan menyarankan agar setiap masyarakat Indonesia lebihselektif untuk memilih mana pihak yang bisa dipercaya dan mana yang tidak.
Jangan sampai tren NFT ini malah nantinya membawa petaka untuk diri sendiri dan keluarga.