Penulis
Intisari-Online.com – Orang tentunya berharap bahwa Ankhesenamun, sebagai putri dari ratu Mesir Nefertiti dan Akhenaten, salah satu penguasa paling terkenal di Tanah Firaun, pastinya dapat menikmati kehidupan yang nyaman.
Namun, Ankhesenamun, lahir sekitar tahun 1348 SM.
Itu adalah selama periode waktu yang bermasalah dalam sejarah Mesir Kuno, karena revolusi agama yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara itu dan hidupnya penuh dengan kesedihan.
Hingga kini, sejarawan masih berusaha mencari tahu apa yang menyebabkan kematian misteriusnya dan mengapa dia menghilang dari catatan sejarah.
Lahir sebagai Ankhesenpaaten, gadis muda itu dibesarkan di ibu kota baru ayahnya, Akhetaten, yang sekarang bernama Amarna.
Dia merupakan anak ketiga dari enam putri Firaun Akhenaten, dan Istri Kerajaan Agung Nefertiti.
Firaun Akhenaten dan Ratu Nefertiti, keduanya adalah individu yang kontroversial.
Mereka melanggar tradisi, yang kemudian menyebabkan revolusi agama, di mana mereka menyembah satu dewa saja, yaitu Aten, atau Cakram Matahari.
Firaun Akhenaten menghilangkan semua tandu yang berhubungan dengan kultus Amun-Ra.
Dia menarik dana dari semua kuil ‘dewa palsu’, mengambil uang dan kekuasaan dari kelas imam yang sangat berkuasa dan menciptakan kekacauan, ketidakpuasa, serta protes.
Tell el-Amarna (atau Amarna) karya Firaun Akhenaten adalah ibu kota yang berumur pendek yang dibangun oleh Firaun Akhenaten yang ‘sesat’ dan ditinggalkan tak lama setelah kematiannya (1332 SM).
Nama Ankhesenpaaten pun kemudian diubah menjadi Ankhesenamun.
Namanya berarti ‘Dia hidup melalui Amun’ (atau ‘Hidup melalui Amun’).
Perubahan namanya mencerminkan perubahan agama Mesir kuno selama hidupnya setelah kematian ayahnya.
Pernikahan antar-saudara umum terjadi dan tidak dianggap salah di Mesir Kuno.
Orang Mesir percaya bahwa dengan menikahi saudara perempuan atau anak perempuan untuk melestarikan garis keturunan kerajaan.
Diyakini bahwa Ankhesenamun pertama kali menikah dengan ayahnya sendiri, Akhenaten.
Beberapa ahli Mesir Kuno berpendapat bahwa dia juga menikah dengan Smenkhkare, seorang firaun yang memerintah hanya selama satu tahun.
Tetapi klaim ini terbantahkan karena sejarawan masih tidak tahu apakah Smenkhkare adalah laki-laki atau perempuan.
Setelah kematian Firaun Akhenaten, Ankhesenamun yang baru berumur 13 tahun itu menikah dengan saudara tirinya, Firaun Tutankhamun.
Pasangan itu memiliki dua anak perempuan, sayangnya keguguran.
Jenazah anak-anak mereka ditemukan di makam Tutankhamun, yang satu berumur tidak lebih dari lima bulan dan yang lainnya 7-8 bulan.
Jika keduanya hidup, mereka akan menggantikan Ratu Ankhesenamun, melanjutkan garis keturuan Amarna dan mengubah sejarah Mesir Kuno.
Sayangnya, ini tidak terjadi, dan hidup yang lebih tidak menyenangkan bagi Ratu Ankhesenamun yang malang.
Ketika Firaun Tutankhamun meninggal pada usia 18 tahun, istrinya menemukan dirinya dalam situasi yang sangat sulit, dikelilingi oleh pria ambisius yang jauh lebih tua.
Ratu Ankhesenamun ingin melanjutkan garis keturunan kerajaan Amarna dan menulis surat dengan putus asa kepada Suppiluliumas I, Raja orang Het.
Salinan suratnya ditemukan selama penggalian di Hattusa di Turki, melansir Ancient Pages.
Dalam suratnya, dia menjelaskan bahwa dia tidak memiliki anak laki-laki dan bertanya kepada raja apakah dia bisa mengiriminya seorang suami untuk melanjutkan garis keturunan kerajaan.
Suppiluliumas I curiga dan mengirim utusan untuk memeriksa ceritanya.
Ketika dia mengetahui bahwa Ratu Ankhesenamun mengatakan yang sebenarnya, Suppiluliumas I mengirim Zannanza, seorang pangeran Het ke Mesir untuk menerima tawaran ratu.
Namun, Pangeran Het bahkan tidak mencapai perbatasan, karena dia telah dibunuh.
Dibiarkan tanpa pilihan, Ankhesenamun sekarang berada di tangan mereka yang memutuskan nasibnya.
Ratu Ankhesenamun harus menikahi penasihat mendiang Firaun Tutankhamun, Firaun Ay, yang sangat ditentangnya.
Para arkeolog telah menemukan sebuah cincin yang menunjukkan bahwa dia memang menikahi Firaun Ay, tetapi anehnya bahwa dia menghilang tak lama setelah itu.
Secara misterius, Ratu Ankhesenamun meninggal di suatu tempat antara 1325 SM dan 1321 SM.
Benarkah dia dibunuh oleh Firaun Ay yang juga bertanggung jawab atas kematian Pangeran Het Zannanza?
Di dinding makam Firaun Ay, para arkeolog hanya menemukan nama Tey, istri Ay, dan pengasuh Ratu Nefertiti.
Nama Ratu Ankhesenamun tidak disebutkan sama sekali, seolah-olah namanya terhapus dari sejarah, apakah itu disengaja?
Sedangkan lokasi pemakaman Ankhesenamun telah lama menjadi misteri sejarah.
Namun, para ilmuwan mengumumkan pada Januari 2018, bahwa sangat mungkin makamnya terletak di suatu tempat di Lembah Para Raja dekat Luxor.
Para arkeolog menemukan sebuah makam, tetapi masih belum diketahui milik siapa makam itu.
Jika benar itu adalah sisa-sisa Ankhesenamun, istri Tutankhamun, maka ahli Mesir Kuno akhirnya dapat mengetahui apa yang terjadi pada ratu Mesir yang hilang, yang hidupnya penuh dengan kesengsaraan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari