‘Cintailah Istrimu dan Buat Dia Bahagia Selama Kamu Hidup’, Bila Demikian Mungkinkah Terjadi Perceraian di Mesir Kuno? Inilah Sejarah Cinta dan Pernikahan yang Berakar dari Tradisi dan Kebiasaan

K. Tatik Wardayati

Penulis

Tutankhamun dan istri, Ankhesenamun.

Intisari-Online.com – Orang Mesir mewarisi banyak tradisi dan kebiasaan sosial dari akar awal mereka, yaitu dari zaman Mesir Kuno.

“Cintailah istrimu dan buat dia bahagia selama kamu hidup”, adalah salah satu kebijaksanaan pemikir Mesir Kuno Ptahhotep.

Ptahhotep menekankan bahwa cinta adalah dasar utama pernikahan dalam kehidupan Mesir Kuno.

Orang Mesir Kuno menggambarkan adegan cinta dan rasa hormat antara pria dan istri mereka di dinding kuil.

Baca Juga: Lihat! Betapa Indahnya Harta Karun Putri Sit-Hator Yunet, Berisi Emas, Emas, dan Emas, Ditemukan dalam Makam Firaun Senusret II, Terlihat Utuh Tanpa Jamahan Para Penjarah

Orang Mesir Kuno juga menikah muda, pria terkadang menikah pada usia 17 tahun dan wanita pada usia 14 tahun, menurut Zahi Hawas dalam bukunya Family in the Period of Ancient Egyptians.

Memiliki rumah, pekerjaan yang dihormati, dan kesepakatan antara pasangan menjadi syarat utama untuk setiap pernikahan dalam masyarakat Mesir Kuno, seperti yang terjadi pada saat ini.

Wanita memiliki kebebasan untuk memilih suami mereka yang menunjukkan posisi mereka dalam masyarakat.

Tetapi, mereka memiliki beberapa batasan dalam pernikahan karena anggota keluarga kerajaan tidak diizinkan untuk menikahi anggota masyarakat biasa, demi menjaga kemurnian darah kerajaan mereka.

Baca Juga: Misteri Kalung Matahari Tutankhamun, Ditemukan dalam Peti Mati, Liontin Dada Emas dengan Tatah Peristiwa Sehari-hari, Tapi Tanpa Gambar Binatang Ini yang Dihilangkan, Kenapa?

Meskipun ada pembatasan demikian, sejumlah pernikahan antara bangsawan dan rakyat biasa memang terjadi seperti pernikahan Raja Amenhotep III dan Ratu Tiya.

Kisah cinta paling terkenal dalam sejarah Mesir Kuno adalah kisah Isis dan Osiris, yang merupakan pusat mitologi Mesir, serta Raja Tutankhamun dan Ratu Ankhesenamun.

Rakyat jelata juga menikahi anggota keluarga mereka seperti bangsawan, melansir EgyptToday.

Sayangnya, monumen Mesir Kuno tidak memberikan banyak informasi tentang ritual pernikahan, meskipun kita tahu bahwa cincin dan mas kawin menjadi bagian inti dari pernikahan.

Dokumentasi pernikahan dimulai pada Dinasti ke-22 dan para suami mengucapkan sumpah di depan audiensi.

Lalu, ayah pengantin wanita memberikan putrinya sebagai bagian dari hartanya.

Pengantin wanita akan berkontribusi dalam persiapan rumah mereka dengan membeli furnitur dan tekstil, sementara pengantin pria akan memberi aksesoris emas.

Daftar perabotan yang dibeli sebagai bagian dari pernikahan, antara lain tempat tidur, meja makan, sejumlah kursi, kotak untuk menyimpan pakaian dan aksesori, alat make-up, dan botol parfum.

Para suami juga memiliki kewajiban sosial dan hukum kepada istrinya, seperti memberinya nafkah, menghormati, tidak memerintahnya, dan setia kepadanya.

Baca Juga: Jadi Istimewa Tahun yang Berakhir pada Angka ‘22’ di Mesir, Adakah Hubungan Segitiga Aneh Antara Batu Rosetta, Makam Tutankhamun, dan Tahun 2022?

Sementara, istri mempunyai kewajiban untuk menjaga kebersihan rumah, merawat suami, dan berbagi uang dan kemakmuran dengan suaminya juga, di samping merawat anak-anak mereka.

Namun, istri juga berhak mengadu kepada keluarganya.

Lalu, mungkinkah terjadi perceraian pada pasangan Mesir Kuno?

Mengenai perceraian, menjadi sah dalam keadaan tertentu. Pasangan bisa bercerai jika mereka menunjukkan bukti pengkhianatan, kebencian, atau penyakit.

Perceraian tidak hanya dapat ditoleransi, tetapi juga bisa diminta oleh pria dan wanita, melansir historicaleve.

Pada kenyataannya tidak banyak masalah untuk meminta cerai, karena pernikahan itu adalah perjanjian sederhana yang didasarkan pada kontrak agama atau hukum, sehingga prosedurnya sederhana.

Akar penyebab pengajuan perceraian bisa saja karena ketidakmampuan untuk menjadi ayah dari anak-anak atau perzinahan.

Jika hubungan suami dengan wanita lain terbukti, maka istri dapat mengklaim hingga dua pertiga dari harta yang diperoleh selama hidup mereka bersama.

Dengan cara yang sama, jika suami meminta cerai tanpa alasan yang jelas dan istrinya tidak dapat dituntut dengan kesalahan yang serius, maka sang istri akan menerima sepertiga dari aset.

Baca Juga: Percaya Bahwa Ada Kehidupan Setelah Kematian, Proses Mumifikasi Orang Mesir Kuno Hanya Dilakukan untuk Raja dan Kaum Bangsawan, Perlakuan Berbeda untuk Orang-orang Miskin, Seperti Apa?

Umumnya, mereka tidak biasa menggugat cerai hanya karena takut akan masalah ekonomi,

Namun, dari tahun 500 SM, sebagai aturan umum, mereka tidak menggunakan ini untuk menggugat cerai karena takut kelangkaan ekonomi.

Dari dokumen tetanggal 500 SM telah muncul yang menceritakan bagaimana beberap awanita menuntut cerai sang suami karena suami memukuli mereka.

Baik pria maupun wanita, pasangan yang meminta cerai wajib membayar setengah mahar kepada yang lain.

Dan setelah perceraian terjadi, istri akan menerima dokumen resmi, yang dapat mengizinkannya untuk menikah lagi.

Baca Juga: Pantas Saja Banyak Digunakan Para Firaun Mesir, Jimat dengan Desain Serangga Kumbang dan Kotorannya Ini Punya Makna Tersendiri bagi Ritual di Mesir Kuno

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait