Penulis
Intisari-online.com -Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha yang menyatukan seluruh Nusantara.
Kekuasaannya meluas dari Sumatera sampai Papua, bahkan sampai Thailand.
Siapa sangka, bumi Papua juga sudah pernah dijangkau oleh kerajaan Hindu-Buddha terbesar Indonesia itu.
Bagaimana kisah dari hal itu?
Papua Barat atau dulunya bernama Irian Jaya atau Irian Barat masih menjadi provinsi di Indonesia saat ini.
Nama Papua Barat mencakup dua semenanjung sebelah barat di pulau Nugini, Semenanjugn Kepala Burung dan Semenanjung Bomberai dan pulau-pulau di sekitarnya.
Provinsi itu dibatasi oleh Samudra Pasifik di sebelah utara, Laut Halmahera dan Laut Seram di sebelah barat, dan sebelah selatan oleh Laut Banda, sampai timur oleh Provinsi Papua dan Teluk Cendrawasih.
Ibukota provinsi berada di Manokwari sedangkan Sorong adalah kota terbesar di Papua Barat.
Baca Juga:Inilah Senapan AK-47 Senjata KKB Papua, Legendaris Sejak Perang Dunia Kedua dan Perang Vietnam
Papua Barat menjadi provinsi dengan jumlah penduduk paling sedikit kedua di Indonesia.
Menurut sensus tahun 2010 jumlah penduduknya adalah 760.422, sedangkan sensus tahun 2020 jumlah penduduk 1.134.068.
Sejarahnya, Papua Barat berada di bawah dua kerajaan pra kolonial Indonesia, Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Tidore.
Tidak heran jika Papua layaknya dihuni oleh pendatang dari berbagai macam ras dan suku.
Tahun 2019 lalu masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kerusuhan di Wamena, Papua.
Bentrok tewaskan puluhan orang dianggap sebagai kegagalan pemerintah dalam menjamin keselamatan warga negaranya.
Meski begitu ratusan warga Minang yang meskipun mengalami kerugian terbesar dalam kerusuhan itu memilih bertahan di Wamena.
Rupanya sudah terbentuk lama di papua ikatan masyarakat pendatang, yaitu orang-orang di luar suku asli.
Mereka sudah menetap di Papua dalam waktu yang sangat lama.
Pendatang sudah lama datang ke Papua, bahkan sejak Kerajaan Majapahit berkuasa.
Bukti paling tua kedatangan pendatang di tanah Papua tercatat dalam naskah perjalanan para utusan kaisar Tiongkok di Nusantara.
WP Groeneveldt seorang peneliti Belanda menulis 'Nusantara dalam Catatan Tionghoa'menjelaskan jika penguasa kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Jawa menghadiahi Kekaisaran Tiongkok dengan berbagai upeti sejak abad ke-9.
Kegemaran kaisar salah satunya adalah burung-burung dengan warna-warni yang indah dan tidak ada di negerinya.
Contohnya adalah burung kasuari, burung nuri hitam, dan burung buceros.
“Ada seekor burung penghasil crane-crest (mahkota bangau) yang terkenal. Burung ini sebesar angsa, berbulu hitam, lehernya panjang, dan memiliki paruh runcing. Tengkorak kepalanya kira-kira setebal 2,5 cm. Tengkorak ini berwarna merah di luar dan berwarna seperti lilin malam berwarna kuning di dalam. Bentuk tengkorak ini sangat bagus sehingga disebut mahkota bangau,” tulis Groeneveldt.
Burung-burung yang terekam dalam catatan penjelajah Tiongkok itu memang benar hewan endemik Papua.
Ketika para penguasa sudah menggunakannya sebagai bahan upeti artinya tanah Papua tentunya sudah tidak perawan bagi penguasa di Sumatera dan Jawa.
Sejarawan HW Bachtiar menuliskan artikel berjudul "Akulturasi di Irian Barat" dimuat Penduduk Irian Barat yang menjelaskan bahwa di abad ke-14 Papua telah menjalin hubungan dengan banyak kerajaan di Nusantara, tidak terkecuali Sriwijaya dan Majapahit.
Hal tersebut terjadi bersamaan dengan peningkatan kebutuhan upeti para raja untuk Kekaisaran Tiongkok.
Dalam Kitab Negarakrtagama karya Mpu Prapanca menjelaskan jika Majapahit memang telah sampai di Papua.
Maha Patih Gajah Mada, kerajaan yang hampir menyatukan seluruh wilayah Nusantara itu berhasil menancapkan kekuasaan di sana.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini